Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hutan Larangan

1 Oktober 2020   07:26 Diperbarui: 3 Oktober 2020   06:30 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kunang-kunang di hutan. Gambar oleh Artie_Navarre dari pixabay.com

Pak Lurah yang datang kemudian berkata dengan gusar, "Ya! Jangan sekali-kali ada yang berniat memasuki hutan larangan, beginilah akibatnya!"

Sebelum pulang Pak Lurah dengan keras memberi peringatan kepada warga, "di dalamnya bermukim iblis yang akan mencabik-cabik siapapun penerobosnya."

Pemimpin desa itu mengusung isu usang pembangkit roh ketakutan. Warga sepuh terpegun patuh.

Tapi tidak demikian dengan 5 pemuda yang bapaknya tertinggal.

Apakah masih hidup bersimbah darah atau berupa jenazah, mereka tetap bertekad menjemputnya.

"Kita harus berangkat. Bukankah bapak-bapak kita membutuhkan pertolongan?" Bubun berusaha menguatkan hati teman-temannya.

Sabit diasah sedemikian rupa, sehingga ketika disabetkan akan memotong lalat yang sedang terbang menjadi dua bagian. Pacul mampu menyabut pohon singkong dalam sekali gali. Golok menebang pohon pisang dalam sekali tebas.

Pokoknya semua alat pertanian dioptimalkan agar berfungsi ganda: sebagai penebas rintangan dalam hutan larangan dan sebagai alat pembela diri.

Rombongan memasuki hutan menjelang matahari padam. Dengan mengendap-endap, berhati-hati agar tidak menginjak ranting-ranting kering, lima pemuda gagah berani bergerak maju. Terus ke dalam, sampai ke bagian yang teduh dinaungi dedaunan.

Hanya ada suara belalang dan daun terinjak. Hening, lembab, dan mistis.

Tubuh-tubuh ringkih mengendap rata dengan tanah sampai di dataran paling tinggi. Di dataran bawahnya terpampang pemandangan menakjubkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun