Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Polemik "Menu Card" Tulisan Tangan di Garuda Indonesia

15 Juli 2019   03:58 Diperbarui: 17 Juli 2019   18:11 10175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram: @rius.vernandes

Untuk posting Instagram itu sendiri. Foto unggahan menu tulisan tangan tersebut tidak ada kalimat yang menjelekkan Garuda. Di posting itu hanya tertulis; "Menu yang dibagiin tadi di Business Class Garuda Indonesia tadi dari Sydney -- Denpasar. "Menunya masih dalam proses cetak pak (ikon tepok jidat)"

Dalam hal ini, Rius hanya melakukan 'capture' menu dari apa yang dialaminya, seperti vlognya yang lain tentang menu makanan di pesawat. Dia hanya 'capture' apa adanya. Itulah pengalaman 'real' penumpang tanpa menjelekkan atau mencibir. 

Bahkan di posting selanjutnya, Rius menyampaikan apresiasi kepada Pramugari yang menjelaskan bahwa menu masih dalam proses cetak. Penyampaian yang hangat dengan human touch oleh Pramugari dikatakan oleh Rius sebagai kebanggaan akan maskapai Nasional ini. 

Di posting itu juga dikatakan bahwa mending tidak ada menu tapi pramugarinya ramah, daripada ada menu tapi pramugarinya jutek. 

Di sini, saya tidak melihat ada tendensi untuk secara masif menjelek-jelekkan Garuda dan memprovokasi masyarakat dengan cara mencari-cari kekurangan Garuda. Secara jelas ia mengatakan bahwa ini bukan kesalahan Pramugari, bahkan mengapresiasi Pramugarinya dengan penyampaian ramah dan hangat tersebut.

Apakah Garuda Indonesia benar dengan membiarkan menu card yang tidak tersedia karena alasan masih proses cetak?

Sebagai penumpang, siapapun penumpangnya, ia tidak tidak akan tahu bahwa apa yang diterimanya dalam secarik kertas yang berisi tulisan susunan makanan itu bukan menu. Apapun yang ia terima, entah itu cetak atau tulisan tangan, tetaplah sebuah menu baginya, apabila isinya susunan makanan. Saya tidak setuju kata dari VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, M. Ikhsan Rosan, yang mengatakan bahwa "Catatan tersebut juga bukanlah menu card yang dibagikan kepada penumpang oleh awak kabin kami." 

Buktinya adalah, bahwa tulisan tangan itu berisi susunan makanan dan ditunjukkan (bahkan dipegang) oleh penumpang. Itulah menu bagi penumpang dan tidak salah apabila ada penumpang yang bilang bahwa itu adalah menu dengan tulisan tangan.

Ketiadaan menu memang bukan hanya kali ini terjadi. Sejak Garuda menerapkan 'new service concept' (konsep pelayanan baru) mulai tahun 2002, ketiadaan menu ini berulang terjadi. 

Apalagi kalau pada saat pergantian menu yang mungkin setiap enam bulan sekali. Dari proses cetak menu baru, penarikan menu lama dan distribusi ke lapangan akan lebih cepat perubahan jenis makanannya terlebih dulu daripada ketersediaannya menu. Apabila ini sering terjadi, seharusnya Garuda Indonesia dapat melakukan antisipasi. 

Para Pramugari di pesawat dengan sangat kreatif telah menyelamatkan kasus seperti itu berulang kali. Sehingga ketika kasus ketiadaan menu sering diselamatkan oleh kreatifitas Pramugari, mungkin saja pihak manajemen tidak melihat bahwa ketiadaan menu dapat menyebabkan masalah bagi penumpang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun