Dalam dunia akademik, kejujuran dan integritas merupakan nilai utama yang harus dijunjung tinggi. Akademisi, sebagai peneliti dan pembelajar yang berdedikasi, memiliki tanggung jawab moral untuk memelihara kejujuran dan kebenaran dalam setiap karya dan tindakannya.
Kejujuran ilmiah sejatinya sebagai pondasi utama dari ilmu pengetahuan. Tanpa kejujuran, hasil penelitian dan karya ilmiah akan kehilangan nilai dan kepercayaan.
Seorang akademisi yang berbohong atau menutupi fakta atau memanipulasi data, tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga merusak integritas komunitas akademik.
Kerja-kerja akademik seperti proses penelitian, memang terdapat risiko kesalahan dan ketidaksempurnaan. Namun demikian, tindakan yang benar adalah mengakui kesalahan tersebut secara terbuka dan berusaha untuk memperbaikinya.
Menutupi kesalahan dengan berbohong hanya akan merusak integritas ilmiah komunitas akademik secara keseluruhan.
Ketika hasil penelitian dipublikasi dan menjadi informasi yang salah atau tidak lengkap disampaikan sebagai kebenaran, hal ini tidak hanya menyesatkan orang lain, tetapi juga merusak integritas dan validitas pengetahuan yang dihasilkan.
Apalagi publikasi penelitian dilakukan hanya untuk mengejar jabatan akademik dan angka kredit. Alih-alih demikian, kualitas hasil penelitian seringkali ditempatkan paling ekor dalam penelitian ilmiah.
Kumba Digdowiseiso: Salah dan Berbohong
Performa dunia akademik Indonesia belakangan ini tengah diliputi oleh sorotan publik yang tidak hanya menyoroti prestasi gemilang, tetapi juga kontroversi seputar praktik publikasi ilmiah yang meragukan.
Salah satu kasus terbaru melibatkan seorang dekan dari Universitas Nasional, Kumba Digdowiseiso, yang mencatut nama seorang dosen dari Universiti Malaysia Terengganu dalam beberapa makalahnya (kompas.id, 18 April 2024).