Mungkin cukup usang. Tapi kata-kata tersebut pernah menguat saat reformasi bergulir. Saya pernah melintasi sebuah jalan, di mana ruang-ruang publik sangat antusias dengan perubahan yang sangat mendasar untuk Indonesia. Banyak yang menginginkan perubahan melalui pergantian generasi, salah satunya -selain revolusi yang digelorakan para aktivis kala itu. Namun, realitas tak semudah merubuhkan rumah kartu. Butuh tiga puluhan tahun untuk mengakhiri kekuasaan yang hampir mutlak.
Saya hanya membayangkan, bahwa tentu Indonesia bisa mengalami masa yang berbeda jika tiap satu periode atau dua periode, kepemimpinan nasional berganti. Pemimpin baru yang muda dan segar. Visi misi juga akan [selalu] terbarukan. Namun, bisa saja ia juga akan melanjutkan hal yang sama dari pendahulunya. Dan, tentu hal yang tak mudah pula untuk merombak sebuah kebijakan publik, yang terbelit pada sistem lama, sekaligus membawa penyakit-penyakit pemerintahan; diantaranya korupsi.
Korupsi adalah penyakit akut di setiap pemerintahan, di luar negeri maupun Indonesia sendiri. Namun, negara-negara mapan, memiliki kemauan kuat untuk memerangi korupsi. Contohnya saja Tiongkok, yang memberlakukan hukuman sangat ketat untuk perilaku koruptif para pejabatnya. Lantas digantikan dengan pejabat baru yang relatif bersih dan anti korupsi.
Sebagai rakyat Indonesia, saya selalu berharap, bahwa Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin yang selalu baru, dari generasi-generasi baru yang berbeda dengan pendahulunya. Aksi, misi dan visi yang diemban bisa diselaraskan dengan kemajuan dan tuntutan zaman. Aksi dari seorang pemimpin yang tidak menggendong kepentingan politik transaksi di balik meja partai-partai pendukungnya. Misi seorang pemimpin yang tidak hanya sebatas persoalan stabilitas, atau kesejahteraan, namun juga memberikan perlindungan kepada orang-orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Dan visi seorang pemimpin yang mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia, yang akan menjadikan Indonesia lebih bermartabat.
Dalam sejarah-sejarah bangsa modern dan kuat, seperti yang pernah saya baca, usai terjadinya sebuah revolusi -atau pembaruan birokrasi, ia tak langsung menjadi sebuah kekuatan baru. Ia mengalami perdebatan panjang dengan segala pertikaian dan pergulatan di dalamnya. Bermunculan orang-orang yang berkarakter pembaru, dan secara perlahan memperbaiki kelemahan bangsanya. Ia tak harus pula kuat di segala bidang, pada awalnya. Namun, memiliki kekuatan pembeda untuk beberapa hal. Beberapa negara memperkuat sisi perekonomian -yang lebih menonjol.
Sebagai rakyat Indonesia, boleh saja saya berharap, bahwa nanti akan terbentuk sebuah pemerintahan yang, paling tidak memiliki kebaruan dan membuat pembaruan-pembaruan. Pemimpin yang anti korupsi dan berkomitmen kuat untuk memberangus korupsi pasti akan lebih disukai, ketimbang pemimpin yang gamang dengan pemberantasan korupsi.
Sebagai rakyat Indonesia, boleh saja saya berharap, bahwa negara kepulauan yang sangat besar dan kekayaannya berlimpah ini, tentu harus memiliki kekuatan maritim yang hebat. Yang mampu melindungi gerogotan pihak asing, yang perlahan menancapkan patok-patok melebihi batas internasional -dan kita hanya bisa berserapah. Sebagai negara maritim yang kuat -saya jadi ingat ucapan alm. Gus Dur saat pertama kali pidato kemenangannya sebagai presiden, bahwa beliau akan membangun kekuatan maritim sebagai prioritas. Hanya saja belum terlaksana -mungkin, atau lupa.
Sebagai rakyat Indonesia saya berharap, kesejahteraan rakyat Indonesia meningkat pesat, sebagaimana meningkatnya kebutuhan pokok yang juga semakin pesat -sekali naik turun pun enggan. Sebagai rakyat Indonesia, saya berharap pada kelanjutan pemimpin baru dari sebuah generasi baru, memiliki aksi baru dan mewakili kebaruan sesuai jamannya. Dan sebagai rakyat Indonesia, tentu saja hanya bisa berharap. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H