Perubahan Jokowi yang drastis -yang ditunjukkan saat pidato pemilu berintegritas semalam (3/6/2014), memberikan kesan yang kurang mendalam. Saya yakin, publik banyak mengapresiasi positif pihak Prabowo ketimbang sikap pidato Jokowi tersebut. Apakah Jokowi benar-benar akan mengubah gaya? Atau Jokowi telah meninggalkan keunikannya? Kesan yang saya tangkap, itu bukan diri Jokowi yang seutuhnya.
Jika pun hendak mengubah gaya, itu terserah beliau. Namun, saya sungguh sangat menyayangkan. Bagaimanapun, style yang dimiliki Jokowi itu unik. Gaya ceplas-ceplosnya yang biasa terlontar, atau sedikit bercanda -meski dalam ruang formal sekalipun, sama sekali tidak tampak. Yang muncul ke permukaan adalah sesuatu yang kaku, tidak orisinal, serta tidak memiliki magnet seabgaimana Jokowi biasanya.
Saya teringat almarhum GD -seorang budayawan, kyai sekaligus negarawan bagi saya, yang masih tetap seperti apa adanya, seperti GD yang ceplas-ceplos dengan canda yang berbobot. Meski beliau menjadi presiden pun gaya dan style GD tak berubah -atau tak hendak mengubah gaya yang dimilikinya. Atau meski bertemu dan berkomunikasi dengan pemimpin negara lain. Beliau tetap orisinil berikut pemikirannya yang memang bernas dan meloncat.
Tapi saya terhenyak dengan style Jokowi yang lain dari biasanya saat pidato pemilu berintegritas semalam. Seperti bukan cara Jokowi. Ia elemen lain yang mungkin hendak mengesankan perubahan gaya, berikut statemennya yang -mungkin akan menjadi bahan pembicaraan kalangan luas. Tentu saja perubahan gaya tersebut, meski hanya lima menit, akan memberikan masyarakat untuk mengukur ulang kadar kepercayaan terhadap Jokowi.
Hal ini berbeda sekali dengan gaya-gaya Jokowi sebelumnya. Sebuah penelitian tentang Jokowi saat beliau menjadi walikota Solo, dan dipublish dalam Jurnal Komunikasi Indonesia (Vol.1 No.2, Oktober 2012) jauh dari kesan tersebut. Hasil penelitian itu menunjukkan Jokowi memiliki konsistensi yang tinggi atas perilaku dan komunikasi politiknya, selalu memiliki kendali penuh atas dirinya. Intinya, penelitian yang memanfaatkan metafor teater tersebut mendapatkan hasli yang baik tentang Jokowi, konsistensi, ketegasan ataupun perilaku yang tidak diniatkan -jauh sebelum Jokowi maju menjadi Gubernur Jakarta ataupun dicapreskan.
Namun, tentu saja menilai permukaan dalam pidato lima menit dengan keseharian Jokowi sangat timpang. Lima menit tentu saja tidak mewakili Jokowi seutuhnya. Namun yang saya sayangkan adalah mengapa harus berubah, atau hendak mengubah gaya. Dengan cara yang seperti biasanya saja, Jokowi memiliki magnet -karena gayanya yang sederhana, etos kerja kerasnya serta mewakili kebaruan. Karena mewakili kebaruan, tentu saja Indonesia yang diisi oleh generasi muda yang lebih segar lebih mungkin terjadi. Indonesia yang dikendalikan oleh generasi muda yang potensial dengan visi baru dan toleran terhadap keberagaman lebih memungkinkan. Karena mewakili kebaruan itulah saya hendak berdiri.
Jangan mengubah gayamu, Mr Jokowi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI