Dalam lamunannya, tiba-tiba Didi datang dan menepuk bahu kanan Raga. "Ga, ngopi yuk di kafe biasa, abis itu kita kumpul di studio. Lagi ada ide nih gue."
"Kenapa elo bengong? Kesambet apaan tadi?" tanya Didi.
Raga meneguk kopi panasnya pelan.
"Tadi gue ketemu Jiwa, nyokapnya temenan ama nyokap gue."
"Ooh, Jiwa yang pernah elo ceritain ama gue itu? Kenapa ga diajak sekalian buat ngopi?" tanya Didi.
"Dia ambil les bahasa Jerman juga disana, kelasnya tadi udah mau mulai." tuntas Raga.
Sudah hampir jam 8 malam saat Raga tiba di rumah. Pikirannya masih saja dibayangi dengan senyum Jiwa siang tadi. Raga yang biasanya tegas dan menggunakan logika, menjadi lemah bila mengingat semua hal yang terkait dengan Jiwa.
Raga langsung mandi dan berganti baju. Lalu menuju meja makan, perutnya selalu lapar kalau sudah di rumah dengan masakan rumahan yang dibuatkan Mama.
"Ma, Jiwa tadi bilang, jangan lupa hari minggu arisan." Raga menyampaikan pesan Jiwa.
"Astaga, untung kamu ingetin, hampir lupa ada arisan. Eh, dimana kamu ketemu Jiwa? Kalian pacaran ya, bisa ketemu gitu? Besok anterin Mama ya ke rumah Jiwa jam 11, arisannya sambil makan siang." celoteh Mama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H