Hari ini adalah waktu terakhir penerimaan siswa baru untuk SMPN Kota Bekasi. Penerimaan tahap 2, hanya lewat jalur zonasi. Sebelumnya, tanggal 3 - 5 Juli penerimaan tahap 1 dengan 5 jalur. Semuanya dilakukan secara online, dengan daya tampung 14.934 siswa. Sementara jumlah lulusan SD tahun 2018 ada sebanyak 44.618 siswa.
Yang 5 jalur itu: jalur umum, afirmasi, PMG, prestasi dan zonasi. Jalur umum dibagi dua lagi, untuk yang dalam kota, pagu 5 persen, dalam kota 24 persen. Seleksi jalur umum murni berdasarkan nilai hasi ujian akhir (NUN). Yang 3 pelajaran itu. Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia.
Jalur afirmasi  untuk warga Kota Bekasi yang memiliki salah satu kartu seperti KIS, KIP, PKH atau KKS. Pagunya 25 %. Jalur PMG - Penghargaan Maslahat Guru, untuk anak kandung guru yang bertugas di Kota Bekasi. Kuotanya 5 persen. Jalur prestasi, bagi mereka yang berprestasi di bidang akademik seperti pemenang olimpiade sains nasional. Bisa juga prestasi non akademik, misalnya jawara pada pekan olah raga  nasional, festival lomba seni nasional.Â
Jalur zonasi, bagi warga yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kota Bekasi meliputi lingkungan RW, kelurahan, dan kecamatan dan irisannya. Kuotanya 40 persen. Â Zonasi dimaksudkan untuk menghilangkan dikotomi antara sekolah unggulan dan non unggulan. Ruhnya adalah menciptakan pendidikan yang merata dan berkualitas.
Namun, sebagian warga mengeluhkan sistem zonasi ini. Di media sosial juga media massa. Ternyata bersaing dengan yang tinggal dekat sekolah itu berat. Dengan yang satu RW atau satu kelurahan dengan sekolah. Yang rumahnya satu kelurahan dengan SMPN, dapat nilai tambahan 180 poin. Yang tinggalnya satu RW dengan sekolah, dapat lebih besar lagi 240 poin. Kalau cuma satu kecamatan, dapat 150 poin.
Bersyukurlah yang rumahnya satu RW atau satu kelurahan. Peluang mereka jelas sangat besar untuk masuk SMPN. Kalau seorang anak yang rumahnya satu RW dengan sekolah punya NUN 230 (rata-rata 76,7 untuk 3 mata pelajaran), maka total nilainya menjadi 470. Kalau dia tinggal di satu kelurahan, maka jadi 410.
Yang merasa kecewa adalah mereka yang cuma rumahnya satu kecamatan. Tidak punya SMPN Â di RWnya juga di kelurahannya. Seperti di kelurahan Duren Jaya. SMPN terdekat ada di kelurahan tetangganya. Dua kelurahan sekaligus. Bekasi Jaya dan Aren Jaya. Dengan Bekasi Jaya cuma berbatas Jalan Baru Underpass. Dengan Aren Jaya, juga persis sebelahan.
Warga Bekasi Jaya beruntung, ada tiga SMPN di sana. SMPN 1, SMPN 3 dan SMPN 18. Yang di Aren Jaya punya dua SMPN, SMPN 11 dan SMPN 32.
Maka meski NUN anak Duren Jaya cukup tinggi, katakanlah namanya Adi punya NUN 255. Rata-rata 85. Total nilainya menjadi 405, setelah ditambah poin 150. Peluangnya untuk diterima jelas jauh lebih kecil dari mereka yang tinggal pada satu kelurahan apalagi yang satu RW. Seperti contoh yang di atas tadi.Â
Posisi Adi jelas akan jauh di bawah yang nilainya 410 apalagi yang 470. Persaingan jelas ketat. Beda nilai nol koma sekian, bisa tersingkir dari daftar penerimaan. Apalagi beda sampai puluhan. Â Padahal pilihan zonasi bagi Adi cuma SMPN di kelurahan tetangga itu.
Sistem zonasi tahun ini beda dengan tahun lalu. Â Tahun lalu, kalau tempat tinggal siswa satu wilayah kelurahan, dapat poin tambahan 30. Kalau satu wilayah kecamatan dapat poin tambahan 15. Belum ada ketentuan untuk yang satu RW.