Hari libur seperti sekarang ini banyak saya isi dengan ngobrol-ngobrol bersama keluarga. Ngobrolnya bisa di kamar sambil tidur-tiduran atau di ruang keluarga ditemani teh hangat dan makanan kecil. Nah, kali ini salah satu topikobrolan adalah apakahOK menikah kalau masih kuliah? Topik ini dilontarkan putri pertama kami yang baru saja jadi mahasiswa tahun ini.
Si Sulung cerita kalau ada teman seangkatannya yang ingin segera menikah. Ia ingin tahu pendapat kami (saya dan suami) mengenai hal ini. Mendengar hal ini, saya dan suami jadi lihat-lihatan dulu. Nah lho, gimana ya jawabnya? :). Sedikit isyarat dari papanya anak-anak, saya sudah tahu bahwa tugas sebagai juru bicara seperti biasa diserahkan kepada saya.
Eits…, belum sempat saya jawab, si bungsu yang masih di bangku sekolah dasar langsung berkomentar, “Oh, my God. Oh, my God. Kemudaan kali Kak. Kalau mau menikah itu umur 20 atau 26 tahun dong.“
Kami semua tertawa. Senang juga si bungsu sudah berani menyatakan pendapatnya. Nah, sekarang giliran orang tua berpendapat. Ehmm, jadi begini….Mahasiswa mau menikah selagi kuliah ya boleh-boleh saja. Tapi apa memang sudah yakin bisa nih? Lebih baik ketahui dulu sedikit seluk beluk persiapan untuk menikah. Sebagai orang tua, pada dasarnya kami tidak keberatan bila memang anak-anak kami ingin menikah saat masih kuliah. Secara umum menikah pada waktu masih kuliah sama saja dengan menikah pada waktu lainnya seperti waktu selesai kuliah atau sudah bekerja. Seseorang yang ingin menikah sudah harus punya persiapan-persiapan khusus. Yang pertama siap mental, karena hidup setelah menikah pasti jauh berbeda dengan hidup melajang. Ilmu untuk menjadi suami/istri yang baik harus dikuasai dulu, kemudian terapkanlah ilmu tersebut. Pasangan yang dapat menerapkan ilmu itu dengan baik maka akan mendapatkan pernikahan yang bahagia. Sebaliknya yang tidak bisa, alih-alih berbahagia bisa-bisa stress saja bawaannya.
Yang kedua siap materi. Yang ini khusus buat calon mempelai laki-laki. Bukan berarti harus berlimpah ruah, tapi minimal harus ada “pegangan” buat menafkahi keluarga. Bagi yang masih kuliah hal ini harus jadi perhatian khusus. Kalau sudah berani menikah maka sudah seharusnya berani hidup mandiri secara ekonomi. Jadi walaupun masih kuliah, seharusnya sudah punya mata pencaharian untuk menghidupi keluarga. Entah itu punya pekerjaan atau usaha sambilan. Ini menunjukkan rasa tanggung jawab si calon suami. Nggak kebayang deh, kalau misalnya si Sulung dilamar sama pemuda yang belum punya penghasilan. Kasihan dong putri kami.
Selanjutnya, satu poin lagi yang harus diperhatikan buat yang masih kuliah: siap untuk mengatur pembagian waktu antara kuliah, keluarga, dan pekerjaan. Semuanya harus berjalan dengan baik. Kuliah harus selesai, keluarga berjalan dengan harmonis, pekerjaan juga berjalan dengan baik. Kalau nanti dikarunia anak, juga harus bisa mendidik anak dengan baik. Banyak pasangan yang menikah selagi masih kuliah dan berhasil menyelesaikan kuliahnya, tetapi tidak sedikit juga yang gagal dalam menamatkan studinya. Dengan menikah, seseorang dapat bertambah semangat menyelesaikan studinya karena mungkin sudah merasa lebih tenang dan nyaman karena sudah ada yang mendampingi. Tapi bisa juga malah merasa kerepotan, banyak yang harus dipikirkan hingga tidak lagi fokus untuk menyelesaikan kuliah.Buat kami sebagai orang tua, izin menikah akan kami keluarkan dengan salah satu syarat adalah kalau anak dan calon menantu punya commitment untuk menyelesaikan kuliah.
Jangan lupa untuk meluruskan niat untuk menikah. Karena menikah adalah ibadah. Dengan menikah maka kita telah menyempurnakan setengah agama. Ikutilah aturan agama agar menikah menjadi ibadah yang diridhoiNya.
Kalau semua persiapan di atas sudah OK, yakin dong bisa menikah selagi kuliah? J
Begitulah kira-kira obrolan keluarga kami di suatu siang. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H