Mohon tunggu...
Zuragan Qripix™
Zuragan Qripix™ Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Setiap ketikan yg dibuat kelak menjadi prasasti saat kita wafat.. So, tuliskan hal2 yg baik dan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Adjie Suradji, Siap Mengkritik Siap Dibidik

7 September 2010   17:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:22 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelumnya tak begitu banyak orang yang mengenal sosok seorang kolonel dari TNI AU ini, beliau bernama Adjie Suradji. Namun ketika 'suara lembutnya' muncul di Harian Nasional, Kompas, namanya langsung melejit di belantika nusantara sebagai 'oposisi' terhadap kinerja pemerintah yang notabene adalah atasannya sendiri. Tentunya beliau secara tidak langsung telah menjadi 'idola baru' bagi sebagian rakyat yang begitu mendambakan sebuah KEBERANIAN BEREKSPRESI DALAM KEDZALIMAN.

Terlepas dari pro kontra atas sepak terjangnya dalam mengkritik 'sang atasan' karena dirasa kurang 'beretika dan penuh rekayasa', ada beberapa pelajaran positif yang mestinya layak untuk kita ambil dan renungkan.

Tidak banyak orang yang berani bersuara kritis terhadap lingkungan sekitarnya, pun termasuk dalam Kompasiana ini. Bila ada suara kritikan yang terdengar atau terlihat, biasanya akan langsung disambut dengan sejuta amarah, senyum kecut, rasa dendam, dengki, bahkan berbalik menjadi rasa benci pada sang pengkritik yang malah bisa mengaburkan substansi dari suatu pokok permasalahan. Tentu saja hal ini membuat ciut bagi orang yang ingin berpikiran kritis alias sudah kalah sebelum berperang.

Tidak jarang pula terlontar ucapan sok pintar, sok alim, sok jenius, sok perhatian, nyinyir, penjilat, pahlawan kesiangan, dan stigma buruk lainnya yang ditujukan untuk seorang pengkritik. Bahkan pemutarbalikan fakta (baca: fitnah) seringkali membuat bungkam si pengungkap kebenaran. Bagaimana kita mau maju jika menyambut sebuah kritikan selalu dengan kemarahan? Bagaimana kita bisa berpikir relevan jika pengkritik dianggap sebagai lawan?

Kritikan itu memang beda tipis dengan hujatan, namun biasanya orang yang menghujat lebih cenderung menghakimi serta memojokkan. Mengkritiklah sambil memberi solusi terbaik untuk kemajuan bersama. Dan siapkan pula mental baja dalam menghadapi kritikan dari siapapun. Jika tak mau mendengarkan, apa guna punya telinga?

Pesan untuk para pengelola negeri,

"Emas tetaplah emas meski ia terjatuh di selokan, dan KOTORAN tetap saja tak akan bisa berubah menjadi emas meski ia berada di dalam istana..."

*Hormat saya untuk anda, Kolonel Adjie Suradji, seorang manusia biasa yang pasti tak luput dari kekhilafan juga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun