Hukum agraria di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan signifikan sejak kemerdekaan hingga terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960. Sejarah ini dimulai dengan upaya pembentukan peraturan tentang tanah untuk menciptakan ketertiban sosial, yang ditandai dengan diterbitkannya undang-undang agraria pada tahun 1870-an. Undang-undang tersebut memberikan perlindungan terhadap perusahaan swasta dan hak milik, mempengaruhi politik dan hukum agraria di Indonesia. Pada masa kolonial Hindia Belanda, hukum agraria terdiri dari empat aspek utama: hukum agraria adat, hukum agraria Barat, hukum antar golongan, dan hukum administrasi negara. Sistem hukum ini mencerminkan dualisme antara hak-hak adat dan hak-hak Barat, seperti hak eigendom yang lebih mengutamakan kepentingan kolonial dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas tanah.
Pada masa pemerintahan Sukarno setelah kemerdekaan, kebijakan hukum agraria berfokus pada pemberdayaan rakyat dan pemerataan kesejahteraan. UUPA 1960 menjadi landasan reformasi agraria, menggantikan sistem hukum kolonial dan menekankan penguasaan tanah oleh negara, bukan kepemilikan pribadi. UUPA juga mengintegrasikan hukum adat dengan hukum tertulis, menciptakan keseimbangan antara kedua sistem hukum tersebut untuk mencapai keadilan sosial, terutama bagi petani. Namun, pada masa pemerintahan Soeharto, kebijakan pertanahan lebih mengutamakan investasi dan sektor industri, yang seringkali bertentangan dengan semangat UUPA yang mengutamakan kepentingan rakyat. Kebijakan pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sebagai bagian dari UU Kehutanan, misalnya, berdampak negatif terhadap masyarakat adat.
Era reformasi membawa perubahan penting dengan menekankan prinsip-prinsip seperti supremasi hukum, transparansi, dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Undang-Undang Pokok Agraria, yang disahkan pada 24 September 1960, lahir sebagai respons terhadap kebutuhan untuk mengatur kepemilikan dan penggunaan tanah, serta menghapuskan hukum kolonial Belanda. UUPA bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat melalui pengelolaan sumber daya alam yang adil, sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa kekayaan alam dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat. UUPA akhirnya menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum agraria Indonesia, menggantikan kebijakan kolonial dan membentuk dasar bagi pembangunan hukum agraria yang lebih adil dan merata.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Hastuti, Hukum dan Kebijakan Agraria di Indonesia (diktat Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Jember, 2020)
Isnaini, SH, M.Hum, dan Anggreni A. Lubis, Hukum Agrari: Kajian Komprehensif (Medan: Pustaka Prima, 2022)
Margaretha Boru Sitanggang, dkk, "Sejarah Terbentuknya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Implementasinya Ditinjau dari Awal Lahirnya Hukum Agraria di Indonesia," Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan 4, no. 5 (2024)
Rayyan Dimas Sutadi, Ahmad Nashih Luthfi, dan Dian Aries Mujiburahman, "Kebijakan Reforma Agraria di Indonesia (Kajian Komparatif Tiga Periode Pelaksanaan: Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi)," Jurnal Tunas Agraria 1, no. 1 (September 2018)
Sigit Sapto Nugroho, dkk, Hukum Agraria Indonesia (Solo: Pustaka Iltizam, 2017)
Subhan Zein, "Reformasi Agraria Dari Dulu Hingga Sekarang di Indonesia," Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 9, no. 2 (Maret 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H