Mohon tunggu...
Zuni Khusniyah
Zuni Khusniyah Mohon Tunggu... Penulis - peneliti

seorang pemuda yang sedang belajar untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

kontroversi peraturan petugas paskibra terkait penggunaaan jilbab perspektif hukum

14 Agustus 2024   21:38 Diperbarui: 14 Agustus 2024   21:40 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini, muncul kontroversi terkait peraturan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) yang tidak mencantumkan ketentuan untuk pemakaian jilbab bagi anggota Muslim. Peraturan tersebut, yang tertuang dalam Keputusan Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, menetapkan bahwa Paskibraka putri harus mengenakan rok yang panjangnya lima sentimeter di bawah lutut, baju lengan panjang putih, dan kaos kaki hingga lutut. Namun, aturan ini tidak mengatur tentang jilbab, dan hal ini memicu kontroversi karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan prinsip-prinsip syariat Islam.  Keputusan ini menimbulkan perdebatan mengenai kesesuaian antara peraturan seragam Paskibra dan hak-hak individu, terutama hak perempuan Muslim untuk mengenakan jilbab. Banyak orang merasa bahwa peraturan ini mengabaikan hak-hak konstitusi dan hak asasi manusia yang dilindungi oleh undang-undang dan prinsip agama. 

Salah satu dasar hukum yang mendukung hak penggunaan jilbab adalah Tap. MPR RI Nomor 2 Tahun 1978 tentang P4. Dalam dokumen ini disebutkan pentingnya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing. Ini menegaskan hak setiap individu untuk menjalankan kewajiban agamanya, termasuk bagi perempuan Muslim untuk mengenakan jilbab. Hak ini juga diatur dalam Pasal 28E Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan: "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali...." Pasal ini menekankan pentingnya kebebasan beragama dan hak untuk menjalankan ajaran agama, termasuk dalam hal berpakaian. Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga melindungi hak setiap orang untuk beragama dan menjalankan ibadah sesuai ajaran agama. Keputusan Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka berlawanan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945, terutama terkait hak-hak konstitusi dan kebebasan beragama. Regulasi tersebut tidak mencantumkan ketentuan tentang pemakaian jilbab bagi anggota Muslim, yang berpotensi melanggar Pasal 28E Ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka. Sehingga, keputusan ini menimbulkan kontroversi karena dianggap mengabaikan hak-hak konstitusional yang dilindungi oleh konstitusi dan prinsip-prinsip syariat Islam. Ketidakjelasan mengenai pengaturan jilbab dalam regulasi ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak tersebut, yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan ajaran agama, serta dapat berdampak negatif pada integritas dan inklusivitas Paskibra.

Oleh karena itu, larangan penggunaan jilbab dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak ini. Dalam ajaran Islam, kewajiban menutup aurat bagi perempuan Muslimah dijelaskan dalam Surah Al-Ahzab Ayat 59, yang berbunyi: "Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Ayat ini menunjukkan kewajiban bagi perempuan Muslim untuk mengenakan jilbab sebagai bagian dari ajaran agama mereka.

Sebaiknya pemerintah merevisi Keputusan Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka untuk memperbolehkan perempuan Muslim mengenakan jilbab. Revisi ini diperlukan agar kebijakan seragam sejalan dengan hak konstitusional dan prinsip-prinsip syariat Islam dan prinsip dalam UUD 1945, yang menjamin kebebasan beragama dan hak untuk menjalankan kewajiban agama sesuai keyakinan masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun