Mohon tunggu...
Zuni Khusniyah
Zuni Khusniyah Mohon Tunggu... Penulis - peneliti

seorang pemuda yang sedang belajar untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkawinan Sah dan Akibat Hukumnya : Mengupas Pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

13 Agustus 2024   19:43 Diperbarui: 13 Agustus 2024   19:51 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dan (2) telah dijelaskan bahwa suatu perkawinan dapat dikatakan sah apabila dilakukan sesuai aturan hukum masing-masing dan kepercayaan dalam agama serta dilakukan pencatatan ke catatan sipil. Dalam suatu perkawinan yang sah terdapat akibat hukum antara suami, istri, dan anak yang berkaitan dengan kedudukan antara suami, istri dan harta. Selain itu, juga berkaitan dengan kedudukan antara anak, orang tua dan perwalian.[1]

            Di dalam Pasal 30 Undang-Undang perkawinan, sepasang suami istri memiliki kewajiban menegakkan rumah tangga sebagai sendi dasar dari susunan suatu masyarakat. Sedangkan dalam Pasal 31 ayat (1,2,3), setiap pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum suami yaitu sebagai kepala rumah tangga dan perbuatan hokum istri sebagai ibu rumah tangga. Tujuannya adalah agar tidak terjadi dominasi antara suami dan istri baik dalam membina maupun membentuk rumah tangga.[2] Kedudukan harta perkawinan dalam rumah tangga tidak terlepas dari perjanjian perkawinan antara suami dan istri. Perjanjian perkawinan sangat berpengaruh penting dalam suatu harta kekayaan. Dengan adanya perjanjian perkawinan ini, jika terjadi perbedaan dan penyelesaian harta bersama  akan teratasi.[3] Sebaliknya, apabila tidak dilakukannya perjanjian perkawinan maka dapat mengakibatkan sengketa harta bersama antara suami dan istri.. Dalam Pasal 35 ayat 1 dan 2, harta dan benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi milik bersama. Pada saat yang sama, harta bawaan suami-istri, baik sebagai hibah maupun warisan, berada di bawah penguasaan kedua belah pihak, kecuali para pihak menentukan lain. Kemudian dalam Pasal 35 ayat 1 dan 2, harta bersama bertindak terhadap persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bendanya.[4] 

DAFTAR REFERENSI

[1] Undang-Undang No.1 Tahun 1974

[1] Marsidah.Perjanjian Perkawinan antara Suami Istri berdasarkan Undang-Undang Perkawinan,Vol.18 No.2 Mei,hlm.220

[1] Ida A.P.K,Dewa Nyoman,”Akibat Hukum Serta Penyelesaian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Hukum Perkawinan”,Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 1 Tahun 2020, hlm.115

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun