"Hm ... ya nanti jika tidak hujan akan aku benahi, Bu. Ya harap maklum Bu, ini kan rumah kuno, jadi wajar jika banyak yang sudah rusak termasuk genting dan atapnya."
"Benar, lho, Pak. Benahi ya!"
Menjelang istirahat siang, Mas Tarjo  mencari sisa genting yang masih tersimpan di gudang. Dia bermaksud mengganti genting yang sudah pecah, lalu  mengambil ondho/tangga dari bambu yang tersimpan di belakang rumah. Alat ini  sering digunakan untuk memperbaiki genting rumah atau bagian rumah yang agak tinggi.
 Langit  saat itu tampak begitu mendung. Titik hujan pun sudah mulai menyapa. Tiba-tiba rintik hujan itu semakin deras. Dengan mengucap bismillah, Mas Tarjo mulai menginjakkan kaki ke masing-masing anak tangga, sambil membawa dua buah genting di tangannya.  Lelaki itu  mengamati  beberapa genting. Benar saja, beberapa genting  genting sudah retak bahkan  ada yang pecah.
Hm ... pantas saja, banyak bocor di sana sini, batinnya mengeluh.
Kulihat Mas Tarjo mulai mengamati  genting yang pecah. Aku pun mengambilkan air minum untuknya. Dari arah dapur aku mengingatkan Mas Tarjo.
"Hati-hati, Mas, licin, kemarin hujan lho."
Dengan cekatan, Mas Tarjo mengganti genteng bocor itu. Dia terbiasa mengerjakan pekerjaan seperti ini sendirian, tidak perlu mengeluarkan uang untuk upah  membayar tukang. Entah mengapa hatiku tiba-tiba saja merasa resah.
 Namun, tidak disangka, kayu tempatnya berpijak tiba-tiba saja patah, mungkin karena rapuh,  dan ... tahu-tahu kudengar suara seperti benda jatuh, tapi beberapa detik kemudian, terdengar erangan Mas Tarjo yang membuyarkan anganku.
Aku segera berlari mendekati Mas Tarjo.
Mas Tarjo terjatuh dari ketinggian kurang lebih tiga setengah meter, dalam posisi duduk. Lelaki itu mengerang kesakitan, aku pun bingung harus mencari bantuan.