Sudah satu minggu ini, Kang Rejo tidak dapat berbicara. Sumini, istrinya pun tampak uring-uringan setiap hari karena tidak dapat menerjemahkan apa yang dikehendaki suaminya.
"Ealah, Kang ... Kang. Wong ming lombok kok ya tok pingini. La kalau sudah begini kan jadi aku yang repot, to.
Aku dadi ora ngerti bahasamu. Apa aku harus jadi tarzan biar tahu bahasamu yang hanya ah uh ah uh itu.
Ya Allah paringana tambah sabar," keluh Sumini pagi itu seakan menumpahkan semua beban di hatinya.
Kang Rejo seminggu yang lalu diajak ke sawah Kang Makmun yang sebentar lagi panen lombok rawit dan keriting.
Memang terlihat indah sekali tanaman di sawahnya. Semua lombok tampak sehat tidak diserang hama tanaman.
Menilik dari hasil panen yang cukup bagus, pastilah akan terjual dengan harga tinggi lombok tersebut.
Sejak kecil Kang Rejo dan Kang Makmun bersahabat baik. Kang Rejo berperawakan tinggi kurus, sedang Kang Makmun agak gemuk. Keduanya merupakan teman sekolah, dan juga mendapatkan istri yang sama-sama cantik.
Hanya istri Kang Rejo memang sedikit bawel, dibandingkan istri Kang Makmun.
Sore hari Kang Rejo kedatangan tamu seorang laki-laki salah satu sahabatnya dulu ketika merantau, tapi saat ini sedang menganggur.
Dia ternyata bertamu ingin mendapatkan pekerjaan.