Sebuah notifikasi WA masuk di HP-ku. Ada pesan dari keponakanku yang mengundang untuk kenduri besuk sore sekitar pukul empat.Â
[Saya mau mengantar undangan kenduri, tapi malah hujan, Lek. Jadi sebelum undangan datang, saya foto dulu undangannya, ya.]
Kujawab pesan itu cukup singkat, ya, terserah saja.
Hujan pun reda. Undangan kenduri itu pun telah sampai ke tanganku. Cepat kutemui suamiku untuk memberikan kabar padanya. Biasanya dia lupa jika tidak diingatkan ketika ada undangan.
"Mas, jangan lupa besuk ada undangan kenduri di rumah Nurjanah."
Suamiku tidak menjawab, dan hanya memandangi kertas undangan yang telah dipegannya.
"Malu, Mas jika tidak datang, karena masih keluarga dekat."
Undangan kuselipkan pada paku khusus  di tembok yang biasanya digunakan untuk pengingat acara atau undangan yang wajib dihadiri.Â
Hari Senin seperti yang tertera di undangan, suamiku sepulang kerja bersiap-siap untuk menuju ke tempat kenduri. Kali ini dia berangkat lebih awal, karena takut terlambat. Lagi pula ini di tempat saudara, hukumnya wajib hadir, agar tidak menimbulkan fitnah.
Ada pengalaman buruk tentang undangan kenduri. Pernah beberapa kali aku mengudang saudara, entah karena terlalu sibuk atau berbarengan dengan acara lain, dan tidak pernah dapat menghadiri undangan yang disampaikan. Akhirnya kakakku sebagai anggota keluarga yang dituakan, memutuskan untuk tidak lagi mengundang orang tersebut. Dengan nada marah, kakakku bersumpah tidak akan pernah mengundangnya lagi.
"La wong diundang itu karena masih saudara, Â diuwongke, eh kok ya beberapa kali undangan tidak pernah hadir tanpa alasan apa pun. Ya, sudah besuk tidak akan pernah lagi mengundangnya."