"Assalamuallaikum," kusapa anak-anak dan suamiku yang sudah lebih dulu sampai di rumah. Kedua anakku menyalami dengan hangat. Walaupun cuaca siang tadi cukup panas, namun lelahku sepulang dari kantor hilang setelah mendapatkan kabar dari Nindia, teman sebangku di masa SMP.
Segera aku berjalan ke kamar.
Kuletakkan tas kantor warna hitam di atas meja rias. Sengaja kusenderkan tubuhku - yang masih lusuh, kotor, serta berbau debu di kursi kayu bermotif  flora untuk beberapa saat, sambil menunggu hilangnya keringat di kulit. Suamiku, Mas Hanan seperti biasa, menyambut dengan membawa segelas teh  hangat kesukaanku.
      "Waallaikum salam.  Pulang lebih awal,  ya, Bu?" tanya Mas Hanan sambil menyodorkan gelas teh besar bergagang itu di atas meja rias.
      "Ya, tadi beberapa pekerjaan  kusisakan untuk besok. Mas, boleh tanya sesuatu nggak?"
      "Serius,  amat. Ya bolehlah.  Kenapa nggak, untuk istri tercinta," rayuan gombal suamiku mulai meluncur deras.
      Kubuka pesan aplikasi WhatsApp yang berasal dari Nindia, lalu kuberikan padanya.
Mas Hanan  memberikan isyarat padaku agar duduk  lebih mendekat padanya.
      Perlahan Mas Hanan membaca pesan itu.
      "Reuni SMP?" tanya Mas Hanan sambil membuka kaca matanya.
      "Ya, Mas. Boleh ikutan nggak?"