Mungkin karena saking gembiranya, kedua kucing itu pun berlarian, seakan berlomba  untuk mendapatkan sentuhan majikannya. Biasanya Mbah Pon menggendong Putih yang terlihat lebih muda dan berat tubuhnya lebih besar.Â
Segera Mbah Pon mengambilkan nasi yang sudah dicampur dengan  potongan kecil-kecil ikan pindang. Kedua kucing itu nampak bergembira sekali. Tetapi, Mbah Pon segera memberikan wejangan pada kedua kucingnya.
"Jika makan harus dihabiskan, jangan ada yang tersisa, mubazir, kan."
Kedua kucing itu pun makan dengan sangat lahap. Tiap butir nasi dimakan, seperti saran majikannya.
Ketika melihat masih ada sisa nasi di dalam tempat makannya, Mbah Pon langsung berkomentar.
"E ... dihabiskan, to nasinya, mubazir," seru Mbah Pon sambil mengangkat Belang ke nasi yang baru saja ditinggalkannya.
Kucing itu pun akhirnya menghabiskan nasi yang disediakan, tanpa sisa.
Mbah Pon merasa puas dengan kucingnya.
Begitulah setiap waktu makan tiba, Â Mbah Pon selalu menceramahi kucing-kucingnya agar makan dengan lahap dan menghabiskan nasinya, sehingga tidak mubazir.
Suatu saat, Wanto, tetangganya bertanya pada Mbah Pon ketika selesai salat berjamaah di musala. Mungkin dia penasaran pada Mbah Pon yang selalu memberikan ceramah tiap waktu makan tiba.
"Mbah Pon, cucu dan putranya pulang ya? Kok tadi aku dengar sepertinya berbicara dengan seseorang?" tanya Wanto keheranan pada tetangganya yang sudah cukup renta itu.