Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tausiah Kucing

15 Agustus 2020   10:36 Diperbarui: 15 Agustus 2020   10:41 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tingkah laku orang memang bermacam-macam. Kadang ada yang membuat jengkel, tersenyum, tertawa, atau jadi ikut bersedih dan menangis. 

Mbah Pon, seorang janda berusia sekitar tujuh puluh tahun, ditinggal mati suaminya sejak sepuluh tahun yang lalu. Anak-anaknya semua berada di kota besar, sudah mempunyai anak dan istri, dan pulang ketika hari lebaran atau ada perlu keluarga.

Mbah Pon hidup sendiri di rumah, tetapi setelah suaminya meninggal, ada seekor kucing yang setia menemaninya di mana pun berada. Entah dari mana datangnya kucing itu, tiba-tiba saja muncul. Kucing berbulu blorok itu matanya hanya satu. Kondisi yang demikian menyebabkan Mbah Pon menjadi iba. Setiap hari dibelikannya ikan pindang yang telah digoreng atau mentah. Kadang ayam goreng juga, satu daging untuk berdua dengan Blorok, nama kucing itu.

Sekian lama menemani Mbah Pon, Blorok pun telah memiliki banyak keturunan. Ada yang sudah mati mendahului induknya karena tercebur sumur ketika berkelahi dengan kucing lain, atau karena sakit. Kini, tinggal dua keturunan Blorok, yaitu Si Belang dan Si Putih. Belang dan Putih merupakan anak dan induk.

Setiap pagi menjelang subuh, Si Putih dan Si Belang ribut minta makan. Maka Mbah Pon pun menyiapkan nasi yang akan dicampur dengan ikan pindang.

"Sabar, ya, aku salat Subuh dulu. Nanti setelah salat, kamu akan kuambilkan nasinya," pesan Mbah Pon pada kedua peliharaannya.

Belang dan dan Putih pun seakan mengetahui bahasa manusia. Mereka diam, karena ada harapan akan segera mendapat nasi pindang.

Tanpa disuruh, kedua kucing itu pun mengikuti  langkah Mbah Pon ke musala. Sampai di depan pintu musala, Mbah Pon mencegah kedua kucing untuk masuk ke ruangan musala.

"Kamu tunggu di sini, ya, nanti setelah aku selesai salat Subuh, kamu segera makan."

Kucing itu pun tidak berisik dengan mengeong, karena tahu majikannya sedang beribadah. Dengan sabar, kedua kucing itu menanti Mbah Pon sambil menjilati seluruh tubuhnya.

Mengetahui majikannya keluar dari musala, kedua kucing itu pun berjingkrak-jingkrak dan mendahuli langkah Mbah Pon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun