Usai menonton kuliah tradisi kakak tingkat, saya dan beberapa teman satu angkatan nongkrong di kantin yang hari itu kebetulan sedang tutup. Untuk membuang sepi kami nembang lagu Kalung Emas karangan Mas Didi Kempot yang saat itu sedang viral. Dengan menggunakan iringan ketipung yang kami pinjam dari ruang karawitan. Kami coba menyuarakan rasa kangen yang entah untuk siapa.
Diantara kami yang nongkrong siang itu. Saitil menjadi bintang utamanya. Pemuda asal Lamongan ini nampak begitu menghayati tembang yang penuh dengan syair nggrantes ini. Sambil mengikuti alunan ketipung yang menghentak dia menari-nari sambil tak henti-hentinya memandangi potret seorang gadis di hp keluaran China kesayangannya.
Ketika asyik-asyiknya berjoged. Saitil dikejutkan oleh Ndhas Teng, kakak tingkat kami yang membawa dua butir kelapa sisa dari sesaji kuliah tradisi. Dua butir kelapa yang masih utuh lalu ditaruhnya di atas meja.
"Til, kowe seneng temen karo Sayem ta?" tanya Ndhas Teng.
"Lek iya, Koen kate lapo? Koen gak trima ta?" Saitil menjawab sambil mematikan hpnya.
"Ya, ora apa-apa. Aku iki kenal Sayem kawit SMA. Yen kowe pengin ngolehne Sayem carane gampang," ucap Ndhas Teng.
Saitil tentu sumringah mendengarnya.
"Piye carane, Teng?"
"Kowe kudu bisa ngalahne aku ngonceki kambil iki nganggo untu. Wani ra?"
Karena cintanya Saitil kepada Sayem sudah sampai mbun-mbunan. Saitil langsung menyetujui tantangan dari Ndhas Teng ini.
Sesaat kemudian pemuda asal Lamongan dan pemuda asal Trenggalek ini mengadu kekuatan gigi mereka. Dengan hanya mengandalkan kekuatan gigi. Kelapa yang dibawa Ndhas Teng tadi digragoti sampai terkelupas dari sabutnya. Karena memiliki susunan gigi yang lebih kuat dan rangas. Perlombaan mengelupas kelapa dengan gigi itu dimenangkan oleh Saitil.