Saat ini Indonesia telah dihadapkan dengan isu pendidikan yang cukup memperihatinkan. Hasil riset Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) (2022) menggambarkan bahwa sekitar 65% masyarakat Indonesia buta huruf Al-Quran di tahun 2018. Angka persentase telah mengalami peningkatan drastis pada tahun 2023 yang mencapai 72,25%. Ini berarti ada sekitar selisih 7,25% mengalami peningkatan yang cukup signifikan terhadap buta aksara arab.Â
Sementara itu, Hero (2023) menegaskan bahwa data yang dihimpun dari Susenas BPS 2018, sebanyak 58.7% penduduk Indonesia belum bisa membaca Al-Quran. Hal ini yang akhirnya mendapat respon prihatin dari lembaga UNESCO, UNICEF, WHO, World Bank dan Human Right Watch terhadap kondisi Indonesia yang diketahui mayoritas muslim justru lebih dari 50% penduduknya tidak bisa baca tulis Al-Quran.
Gambaran ini akhirnya menjadi polemik di masyarakat dan menjadi cambuk bagi Kementerian Agama agar memiliki peran penuh untuk bertanggung jawab atas kondisi ini. Bahkan tajuk online MPR (2023) mengemukakan bahwa wakil ketua MPR Yandri Susanto merasa prihatin atas kondisi Indonesia yang mengalami lonjakan angka buta aksara arab sebesar 72% di negara yang mayoritasnya muslim. Terlebih lagi, Gorontalo merupakan salah satu daerah yang dikenal dengan sebutan serambi madinah, mendapatkan imbas dari angka lonjakan buta aksara arab di Indonesia.
Berdasarkan hasil observasi dari BPS Provinsi Gorontalo (2023), ada sekitar 23% masyarakat Gorontalo belum bisa membaca Al-Quran dengan baik. Angka persentase ini mengalami peningkatan dari tahun 2018 yang hanya mencapai 15%. Dengan demikian, tidak salah pemerintah Kabupaten dan Kota Gorontalo geliat menggencar penuntasan buta aksara arab di setiap wilayah Gorontalo.
Seperti halnya yang digaungkan oleh Pemerintah Bone Bolango, program HP-MU menjadi program andalan pemerintah Bone Bolango dalam menuntaskan angka buta aksara arab di Bone Bolango. Dalam masa jabatannya Bupati Bone Bolango menargetkan tahun 2024 harus 20.000 warga dituntaskan dalam buta aksara arab di Bone Bolango (Info Publik, 2021). Namun sayangnya, program ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena bentuk program yang dilaksanakan hanya dihimbau kepada camat dan kepala desa dalam pembentukan majelis taklim di setiap desa. Alhasil, masih ada desa di Bone Bolango yang tidak dapat menjalankan maksimal program majelis taklim dengan baik.
Desa Dunggala merupakan salah satu wilayah terpencil Bone Bolango yang terletak di sekitar puncak Tilemba, yang berada di sebelah utara Kecamatan Tapa. Â Desa ini dihuni oleh 380kk atau 1014 jiwa, yang tersebar di tiga dusun, yaitu Dusun Tibawa, Dusun Biluanga, dan Dusun Biawu. Secara kuantitatif, angka putus sekolah dan buta aksara di desa Dunggala tahun 2023 mencapai 41% (RPJMDes Dunggala 2021-2026).Â
Dari data ini dapat digambarkan bahwa sebagian besar masyarakat Dunggala masih berada dibawah standar jika ditelisik melalui bidang pendidikan. Padahal potensi UMKM di desa tersebut dapat menjadi peluang besar bagi kaum ibu-ibu untuk berpenghasilan tetap. Sayangnya UKM Ain Karawo yang berpotensi untuk dikembangkan belum berkembang dengan baik.Â
Masyarakat kurang kreatif dalam pengelolaan bidang ekonomi, padahal terdapat banyak ibu-ibu yang tidak bekerja dan memiliki banyak waktu luang. Data RPJMDes Dunggala (2023) mencatat sebanyak 47 orang, yang terdiri dari 10 orang ibu bekerja dan 37 orang ibu rumah tangga. Dari 37 orang ibu rumah tangga, ada sekitar 30 orang tercatat tidak mengenal huruf hijaiyah atau aksara arab dan tentunya putus sekolah. Padahal secara kuantitatif, ada 47 orang kaum perempuan tercatat sebagai majelis taklim di Desa Dunggala.
Apabila ibu-ibu majelis taklim ini dapat diberdayakan dengan baik melalui softskill sulaman karawo pada UKM Ain Karawo tentu hal ini mampu meningkatkan ekonomi keluarganya. Melalui kegiatan softskill berbasis wirausaha sulaman karawo akan menjadi peluang bagi ibu-ibu majelis taklim untuk menjadi produktif. Program ini tentunya beririsan dengan Peratuuran Menteri Agama RI Nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim, yang menekankan bahwa majelis taklim tidak hanya sebatas belajar agama tetapi juga membekali pada konsep keterampilan yang dapat diasah oleh ibu-ibu.Â
Oleh karena itu, tim karawografi berinisiasi untuk membekali ibu-ibu majelis taklim melalui program menyulam karawo bermotif tipografi aksara arab berbasis aplikasi ibis paint sehingga hal ini dapat mengentaskan buta aksara arab dan meningkatkan softskill kaum ibu-ibu majelis taklim di Desa Dunggala. Melalui peningkatan softskill bagi seseorang dapat bersinergi dengan peningkatan kompetensi. Hal ini ditegaskan oleh beberapa peneliti, salah satu diantaranya adalah Waty (2021), yang mengoptimalisasikan kompetensi seni karawo melalui praktik kerja industri.Â