Mohon tunggu...
Zulkarnain Patunrangi
Zulkarnain Patunrangi Mohon Tunggu... swasta -

belajar menulis untuk mengisi kekosongan waktu.. tertarik dengan Sosial, Budaya, Hukum, Ekonomi, Politik dan HAM.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jangan Mimpi TKI Dilindungi

24 Agustus 2010   17:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:44 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_237881" align="aligncenter" width="500" caption="Nasib TKI "][/caption]

Bentuk keprihatinan yang mendalam mengenai jutaan nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terpinggirkan dalam arus berpikir sistem birokrasi pengelolaan penempatan & perlindungan TKI yang secara teknis dikelolah oleh Badan Nasional Penempatan & Perlindungan TKI atau disingkat BNP2TKI.

Sejak terbentuknya BNP2TKI kondisi pengelolaan yang terkait dengan Perlindungan HAM TKI justru semakin memprihatinkan, tidak ada dalam sejarah penanganan TKI dari tahun 1980, yang begitu buruk justru terjadi sejak adanya BNP2TKI, ratusan ribu kasus TKI yang muncul, mulai dari kasus kematian, penyiksaan, Hilang Kontak, PHK sepihak, penyekapan, pemalsuan identitas, pemerasan baik saat akan berangkat maupun setelah pulang, penahanan paspor di Terminal 4, terlantar berhari-hari di Terminal 4 dan berbagai kasus lainnya tidak mendapat penanganan yang serius dari BNP2TKI, justru yang ironis lagi, indikasi keterlibatan oknum BNP2TKI yang menempatkan TKI ke Selandia Baru yang sebenarnya jika dilihat dari aspek UU 39 Tahun 2004, UU Traficking, dan Protokol PBB, tindakan yang dilakukan oleh oknum BNP2TKI tersebut adalah perbuatan yang mengarah kepada praktek-praktek Traficiking.

Ketiadaan system penanganan kasus, membuat respon BNP2TKI dalam mensikapi kasus-kasus TKI yang muncul hanya bersifat reaktif dan temporary, yang sebenarnya lebih banyak menimbulkan ketidak pastian bagi TKI maupun Keluarganya yang mengharapkan keadilan seperti yang dijanjikan oleh Presiden RI, dalam setiap kesempatan yang disampaikan terkait dengan masalah Perlindungan TKI.

Tidak adanya kepastian untuk mendapatkan Perlindungan & keadilan bagi TKI dan Anggota keluarganya, membuat keberadaan BNP2TKI sebagai institusi Negara yang secara teknis dibentuk untuk memiliki fungsi & peran yang signifikan dalam melindungi Hak Asasi TKI, semakin diragukan, bahkan dalam kinerjanya sangat jauh lebih buruk dibanding lembaga-lembaga yang sebelumnya ada seperti Binapenta & PPTKLN. Dimasa lalu mungkin antara penempatan & perlindungan TKI dua hal yang pararel, kedua-duanya menjadi prioritas. Tapi saat ini dengan keberadaan BNP2TKI, lebih memfokuskan masalah bagaimana target penempatan TKI dapat tercapai dengan tujuan tercapainya target perolehan devisa Negara melalui target penempatan TKI setiap tahun. Sementara aspek perlindungan TKI sebagai sesuatu yang sangat penting karena menyangkut jutaan nasib warganegara justru diabaikan dan Jika ada pernyataan perlindungan dari BNP2TKI maka bisa dipastikan hal tersebut hanya bersifat retorika, karena dalam prakteknya sangat jauh dari harapan.

Dengan tidak adanya system dan mekanisme kerja yang jelas dalam penanganan Penempatan & perlindungan TKI oleh BNP2TKI, hal ini sangat mempengaruhi peningkatan optimalisasi unit-unit kerja di BNP2TKI dalam arti lain, hampir seluruh unit-unit kerja di BNP2TKI, bekerja tanpa misi dan visi yang jelas, dan ada tanpa ada koordinasi.

Lebih memprihatinkan lagi, BNP2TKI seolah-olah “Out of Control” yang bekerja tanpa ada kordinasi yang serius, terencana, dan komprehensif dengan institusi-institusi Negara lainnya yang terkait dengan penempatan & perlindungan TKI, BNP2TKI ibarat Negara dalam Negara. Yang bekerja berdasarkan asumsi-asumsi dan kepentingan subyektif oknum Kepala BNP2TKI yang dilaksanakan oleh oknum-oknum staf bawaan dari luar oknum Kepala BNP2TKI yang berasal dari unsur Non Birokrasi.

Hampir seluruh keputusan-keputusan di lingkungan BNP2TKI, lebih banyak dikontrol oleh oknum-oknum bawaan yang berasal dari unsur non birokrasi, yang sebenarnya eksistensi kepentingannya sangat diragukan untuk melindungi TKI, karena dari berbagai sumber ada indikasi yang kuat, bahwa oknum-oknum ini adalah “eksekutor”dilapangan dengan system mata rantai terputus dengan oknum Kepala BNP2TKI, yang melakukan berbagai bentuk pemerasan terhadap pengusaha Jasa Angkutan TKI maupun pengusaha yang bermaksud untuk mendapatkan izin usaha di Terminal 4 Selapanjang.

Sudah bukan rahasia lagi bagi pengusaha jasa angkutan TKI Terminal 4 Selapanjang, bahwa untuk mendapatkan perizinan 1 Quota Kendaraan Angkutan TKI nilainya bisa puluhan Juta, dan ada Perusahaan Jasa Angkutan TKI yang memiliki 30 Quota Kendaraan. Begitupun bagi pengusaha yang ingin memiliki izin tempat usaha di Terminal 4 Selapanjang, juga harus mengeluarkan biaya ratusan juta untuk mendapatkan izin usaha yang dikeluarkan oleh BNP2TKI, dan ada oknum-oknum BNP2TKI yang bersedia mengurus keluarnya izin tersebut dari Kepala BNP2TKI. Begitupun dalam kasus Committee Korea, bagi personal yang berminat masuk menjadi anggota Committee Korea dikenakan tarif yang tidak sedikit yang juga jumlahnya ratusan juta rupiah/orang. Lalu kasus potongan Rp. 10.000/TKI yang sempat berjalan beberapa bulan, Monopoli Tiket pesawat ke Korea & Brunei oleh adik Oknum Kepala BNP2TKI, Penunjukan Perusahaan Medical Check TKI yang harus menyerahkan Rp. 50.000/TKI juga kepada Adik Oknum Kepala BNP2TKI, penunjukan Angkutan DAMRI untuk mengangkut TKI dari terminal 2 ke Terminal 4 Selapanjang dengan biaya Rp. 10.000/TKI sementara ada perusahaan Jasa Angkutan yang menawarkan Rp. 7.000/TKI justru ditolak. Dan yang paling ironis berbagai bentuk pengaduan adanya pemerasan TKI yang pulang melalui Terminal 4 Selapanjang oleh oknum perusahaan Jasa Angkutan TKI, tidak mendapat respon apapun, karena urusan skoorsing bagi angkutan dapat diperjual belikan atau di negosiasikan antara pemilik perusahaan dengan oknum BNP2TKI. Dan banyak lagi praktek-praktek lainnya yang meingindikasikan adanya ketidak beresan dalam pengelolaan penempatan & perlindungan TKI oleh oknum-oknum di BNP2TKI.

Mungkin kata orang bijak, bukan saatnya harus mencari siapa yang salah, tetapi menurut pendapat kami bahwa setiap praktek perbudakan & eksploitasi terhadap TKI & Anggota Keluarganya harus disepakati untuk dilawan dan dicegah semaksimal mungkin, dan tidak ada tempat bagi apparatus seperti ini untuk hidup dalam system social & kenegaraan Republik Indonesia. Karena oknum-oknum apparatus seperti itu adalah benalu yang menjadi beban sejarah sebuah pemerintahan. Tanpa terkecuali pemerintahan sekarang.

Adalah hal yang mustahil BNP2TKI dapat menjadi Lembaga Teknis yang dibentuk oleh Pemerintah untuk melindungi TKI dalam keseluruhan proses penempatan seperti yang diharapkan oleh semua pihak, jika pada prakteknya bekerja tanpa konsep, misi, dan visi yang kuat, yang oknum-oknumnya (sebagian) hanya memikirkan kepentingan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, bahkan disinyalir berbagai praktek-praktek pungutan yang dilakukan oleh oknum-oknum BNP2TKI adalah bagian dari upaya oknum Kepala BNP2TKI untuk mendapatkan tiket masuk kedalam gerbong kekuasaan bagi pemenang Pemilu tahun 2009.

Kompleksitas permasalahan TKI, membutuhkan keseriusan atas penanganannya, tidak hanya membutuhkan system kelembagaan yang capable yang dibentuk untuk mengatasi berbagai ragam permasalahan TKI mulai dalam keseluruhan proses penempatan (Pra, penempatan & kepulangan), tetapi juga harus ada kebijakan yang berpihak kepada TKI & Anggota Keluarganya serta adanya mentalitas apparatus yang baik dan bersih dari segala bentuk penyimpangan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Tanpa itu semua, maka persoalan demi persoalan yang memarjinalkan nasib juta TKI akan terus muncul dipermukaan, dan tanpa political will dari pemerintahan saat ini, maka berbagai bentuk perilaku penyimpang oknum-oknum BNP2TKI, maka hal ini akan menjadi catatan sejarah kelam pemerintahan saat ini, yang dinilai oleh TKI, Anggota Keluarga, masyarakat, dan dunia internasional sebagai pemerintahan yang dengan sengaja melakukan pembiaran terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM terhadap TKI. (Migrant Justice)

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun