Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Materialistik

24 Oktober 2024   20:27 Diperbarui: 24 Oktober 2024   20:54 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KRITIK dalam bentuk apapun, berpengaruh besar dalam membentuk diskursus filsafat, sosial, dan politik sepanjang sejarah, serta menjadi landasan bagi berbagai gerakan perubahan sosial. Sejarah mencatat nama Plato, hidup 427--347 Sebelum Masehi (SM), dikenal karena pemikiran dalam "kritik terhadap demokrasi dan materialisme." Riset kecil saya tentang 'kritik' melalui Media Sosial (Medsos) menuai respon beragam.

- - - - - - - - - - - -

Tentu sekadar membuktikan apakah kritik punya tempat dalam kehidupan sosial dan kekuasaan. Mari lihat pemikiran Plato dalam karyanya Republic, Plato mengkritik demokrasi Athena, menurutnya memberi kekuasaan kepada massa yang tidak terdidik, yang menyebabkan keputusan buruk dan ketidakadilan. Ia juga mengkritik kecenderungan masyarakat untuk mengejar kenikmatan material daripada kebaikan dan keadilan. Intinya 'material' ketidakadilan lahir dari 'kue' material yang tak adil saat porsi pembagian dalam hal ini kebijakan oleh kekuasaan. Memulai dari pemikiran tentang 'nilai' bukan perspektif materialistik tentang "apa dan berapa saya dapat."

Mencoba mengurai pemikiran Plato tentang sifat materialistik, para penguasa melihat rakyat sebagai objek bukan subjek. Dari sana sifat materialistik itu dibangun, jadi tak heran jika sebagian rakyat juga memposisikan pemimpin secara materialistik, bukan nilai. Ketika saya memilih mengabdi sebagai "hamba sahaya" maka saya bersedia jadi manusia tak adil. Karena ketika pemimpin yang saya puja itu melakukan kesalahan saya harus diam, tak boleh mengeluarkan kritik. Itu artinya sama seperti sikap tidak adil baik pada orang maupun diri sendiri. Lebih fatal lagi karena saya telah ikut menjadi 'penjahat' minimal pembohong. Karena bukan pada nilai sandarannya melainkan materi.

Jangan heran ketika pameo lama sebagai guyonan menyebutkan "bahkan kentut sang raja bisa tercium wangi kalau ditanya." Sekalipun hati kecil tentu saja menyebutkan busuk. Artinya kebohongan itu sudah mendarah daging dan membuat diri kita terjajah. Kalau berani menyebutkan busuk, maka piring nasi akan pecah. Disanalah letak 'nilai' lawan dari sikap materialistik. Itu menjawab mengapa Giordano Bruno hidup 1548--1600, filsuf dan kosmolog Italia yang mendukung gagasan tentang alam semesta tak terbatas dan menolak pandangan ortodoks gereja tentang teologi dan alam semesta. Ia juga mempertanyakan doktrin-doktrin agama Katolik. Akibat gagasan radikalnya, Bruno diadili oleh Inkuisisi Roma dan dibakar hidup-hidup sebagai bidat. Mengapa orang susah menerima kritik?

Kisah tragis para pengeritik dialami juga oleh Hypatia dari Alexandria hidup sekitar 360--415 Masehi. Hypatia adalah filsuf dan ilmuwan yang dianggap sebagai ancaman oleh otoritas agama Kristen karena pandangan pagan dan dukungannya terhadap nilai-nilai intelektual Yunani-Romawi. Ia dibunuh secara brutal oleh massa Kristen yang dipimpin seorang uskup karena dianggap melawan ajaran gereja. Jauh sebelum itu Sokrates hidup 470--399 SM, juga dihukum mati penguasa negara kota Athena dengan tuduhan "merusak moral para generasi muda" dan sikapnya "tidak menghormati dewa-dewa Athena." Metode dialektiknya, sering menantang otoritas dan tradisi, serta kritiknya terhadap para pemimpin Athena dan masyarakat, menyebabkan dianggap sebagai ancaman.

Mengapa Socrates tersenyum bahagia saat Ia diberi pilihan untuk diasingkan atau meminum racun, dan Sokrates memilih untuk minum racun Hemlock, bibirnya tersenyum saat mati di hadapan murid-murid yang mengelilinginya. Kenapa senyum karena Socrates berada dalam spirit 'nilai' bukan materi. Mereka yang takut mati disebutkan karena memiliki keyakinan dan pemujaan pada materi atau harta benda yang berlebihan. Takut meninggalkan harta bendanya, takut kehilangan kenikmatan materi juga takut pada hidup miskin. Benda dan materi adalah hal pokok dan utama, tak heran jika para kaum materialistik selalu tak punya nilai. Fatalnya lagi rela mempermalukan diri karena bisa menghalalkan segala cara demi materi.

Watampone, 22 Oktober 2024

Zulkarnain Hamson

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun