"Saat lingkaran pengetahuan kita meluas, demikian pula lingkaran kegelapan yang melingkupinya."
(Albert Einstein)
MEMBICARAKAN kegelapan mengantarkan kita pada Jalaluddin Rumi. Bernama lengkap Mawlana Jalal ad-Din Muhammad Rumi, adalah seorang penyair, ahli hukum Islam, dan sufi terkenal, lahir pada 1207 di Balkh (sekarang Afghanistan) dan meninggal pada 1273 di Konya (sekarang Turki). Rumi adalah tokoh sufi paling berpengaruh dalam sejarah Islam dan dikenal karena ajarannya yang penuh cinta, kedamaian, dan toleransi. Mendirikan tarekat Mevlevi, sering diasosiasikan dengan tarian sufi berputar (Whirling Dervishes).
- - - - - - - - - - - -
Rumi kerapkali berbicara tentang kegelapan dalam konteks spiritual dan metaforis, melukiskan bahwa kegelapan adalah bagian penting dari perjalanan menuju pencerahan (cahaya). Salah satu bagian teks Rumi yang terkenal mengenai kegelapan adalah: "Jangan berpaling dari kegelapan. Kamu harus melewatinya. Itulah tempat di mana cahaya masuk." Teks itu, 'terlihat' menekankan pentingnya menerima kegelapan sebagai bagian dari proses transformasi spiritual. Kegelapan bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan menuju cahaya atau titik pencerahan. Melalui penderitaan, ketidaktahuan, dan ketakutan, seseorang dapat menemukan jalan menuju cinta ilahi dan kebijaksanaan.
Para pengkaji menyebutkan dalam puisinya, Rumi sering mengaitkan gelap dengan ketidaktahuan, atau rasa terpisah dari Tuhan. Dalam "Masnavi" Rumi menulis: "Kegelapan tidak ada di luar dirimu, melainkan di dalam dirimu. Bukalah hatimu, biarkan cahaya masuk." Puisi-puisi Rumi tentang kegelapan biasanya mengandung pesan bahwa menghadapi kegelapan adalah kunci untuk menemukan cahaya yang tersembunyi di dalam diri seseorang, bahwa penderitaan, kesulitan adalah cara untuk terbaik menemukan kebijaksanaan lebih dalam. Puisi Rumi menjadi dasar bagi banyak musik klasik Iran dan Afghanistan. Interpretasi klasik kontemporer atas puisinya dibuat oleh Muhammad Reza Shajarian , Shahram Nazeri, Davood Azad (ketiganya dari Iran) dan Mohammad Hashem Cheshti (Afghanistan).
Saat lampu kendaraanku menyinari kegelapan malam dan dikejauhan sebuah rumah penduduk terlihat terang namun sepi, saya teringat Rumi. Ia adalah 'pengantar cahaya', membuka hijab hati, jelaga yang pekat untuk bisa ditembus cahaya, Rumi menyebutnya 'ketiadaan'. Paragraf pembuka di atas saya tertarik pada kalimat Albert Einstein "Saat lingkaran pengetahuan kita meluas, demikian pula lingkaran kegelapan melingkupinya." Ada kesamaan nilai pada Einstein dan Rumi, yakni tak ada kemutlakan dalam pikiran manusia, dalam kebesaran Yang Maha Mengetahui. Cahaya datang membuka kegelapan pikiran dan hati, agar manusia sadar bahwa apa yang diketahuinya amat sangat sedikit, semakin diketahui semakin terasa bodoh.
Dikisahkan pada awalnya Rumi seorang pemikir ilmiah, kekuatannya ada pada nalar. Hidupnya mulai berubah saat bertemu dengan Syamsuddin Tabrizi, itulah momen sangat berpengaruh dalam jalan kehidupan spiritual Rumi. Dicatat sebagai peristiwa penuh makna dalam sejarah sufisme. Pertemuan itu terjadi pada 1244 di Kota Konya (sekarang di Turki), saat itu Rumi sudah menjadi seorang ulama terkemuka dan dihormati. Sumber tradisional mengisahkan pertemuan keduanya sarat dengan simbolisme mistis. Syamsuddin Tabrizi, seorang darwis pengembara dan juga sufi terkenal karena kebijaksanaan dan pandangannya yang mendalam tentang "cinta ilahi", datang ke Konya dengan tujuan menemukan seseorang untuk menerima kebenaran  lebih dalam. Syams berkesimpulan, hanya ada satu orang di dunia yang mampu memahami esensi ajaran spiritualnya, orang itu adalah Rumi.
Jalaluddin Rumi menghasilkan sejumlah besar karya puisi selama hidupnya. Secara utuh dan keseluruhan, karya puisinya terbagi dalam dua koleksi utama: a) Masnavi-i Ma'navi (Masnavi Spiritual), karya utama terbesar Rumi, terdiri dari 25.000 hingga 27.000 bait yang dibagi menjadi enam jilid. Karya itu sering disebut sebagai "Al Qur'an dalam bahasa Persia" karena kedalaman ajaran spiritualnya; b) Diwan-i Syams-i Tabriz (Diwan of Shams of Tabriz), adalah kumpulan syair terdiri dari lebih 40.000 bait. Karya itu berisi Ghazal (puisi cinta), Rubaiyat (Quatrains), sebagian besar didedikasikan untuk sang guru, Syamsuddin Tabrizi. Jumlah puisinya dalam koleksi itu diperkirakan mencakup lebih dari 3.000 Ghazal dan lebih dari 1.600 Rubaiyat. Jadi jika digabungkan, jumlah total bait puisi Rumi melampaui 60.000 bait. Karya-karyanya itu diterjemahkan ke banyak bahasa serta terus memberikan inspirasi spiritual di seluruh dunia.
Cenrana, 21 September 2024
Zulkarnain Hamson
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H