Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ego dan Kerendahan Hati

30 September 2024   13:51 Diperbarui: 30 September 2024   14:06 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi pribadi

ARISTOTELES (347-367 SM) dalam tulisannya yang terkenal 'Ethics' menganalogikan sebatang kayu yang bengkok untuk menjelaskan prilaku manusia. Katanya, agar menjadikannya lurus, seorang tukang kayu andal memberikan tekanan dari arah yang berlawanan secara perlahan.

- - - - - - - - - - -

Beberapa ribu tahun kemudian Emanuel Kant, lahir 1724 wafat 1804, mengatakan, "Hati manusia yang bengkok juga tidak mungkin bisa dibuat lurus sepenuhnya." Kita memang tidak bisa menjadi manusia yang berpandangan lurus seutuhnya, tetapi kita bisa berusaha untuk menjadi lebih baik. Demosthenes pernah berkata bahwa "Kebajikan dimulai dengan pemahaman dan diisi dengan keberanian. Sebagai seorang orator, Demosthenes mengajarkan bagaimana kita harus melihat diri, kemudian bertarung dan bertahan untuk menjadikan diri kita berbeda dari orang lain.

Soal pembacaan diri, Allah SWT, Tuhan sang Pencipta telah menitipkan pesannya melalui ayat-ayatnya yang suci. Manusia yang dibentuk fisiknya dari tanah liat kering dan ditiupkan ruh oleh penciptanya memang bukan 'lembaga' yang tak bernilai, karena mencapai derajat sesempurna sempurnanya ciptaan. Inipula yang menyebabkan pembangkangan Iblis yang diperintahkan untuk bersujud kepada manusia menjadi hukuman paling abadi dalam sejarah (Al Qur'an S. Al Hijr 26, "Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.")

Ini menjadi penjelas mengapa Nabi Muhammad (570-632 M), berdiri dengan posisi menunduk menghormat saat keranda jenazah pria Yahudi,  melintas dihadapan beliau dibopong kerabatnya untuk dikebumikan. Para sahabat Rasul bertanya, "Mengapa harus dihormati ya Rasulullah, bukanlah si Fulan Yahudi yang sering mengganggu kita." Rasulullah menjawab "Saya menghormati penciptanya." Nabi mulia itu paham pada isi keranda dan siapa penciptanya. Dilain bacaan dijelaskan manusia (diri kita) ini dibentuk dari tanah lempung hitam dan berbau, sehingga memang harus kembali ke asalnya di perut bumi dan menjadi tanah.

Ryan Holiday, di "Ego is the enemy" tak menjelaskan tentang asal muasal manusia yang Egonya dia kupas dengan sangat apik dan mendalam. Tetapi setidaknya Ryan telah memberikan ilustrasi bagaimana manusia dengan Ego yang dimilikinya telah mewarnai peradaban. Manusia yang kenal dan yang sedikitpun tak mengenal dirinya. Manusia yang memahami sesuatu di dalam dirinya dan yang sedikitpun tak menyadari bahkan mengenal akan dirinya. Manusia itu yang kita sehari-hari hadapi di rumah, tempat kerja, warung kopi atau di jalanan, dengan jumlah perorangan maupun ribuan.

Pada halaman 79, buku ini dengan judul "Bahaya Kebanggan Yang Terlalu Dini" Ryan, membuka tulisannya dengan mengutip pernyataan C.S. Lewis: "Seorang yang bangga akan dirinya sendiri selalu memandang rendah hal dan orang lain, dan tentu saja, selama Anda memandang ke bawah, Anda tidak dapat melihat sesuatu di atas Anda." Sungguh kalimat yang mencerahkan. Sesuatu yang acapkali kita hadapi dalam pertemuan kita dengan beragam manusia, dimanapun kita berada.

Filsuf atau pengajar kehidupan lain selain Nabi dikirim melapis zaman dimana manusia serta peradabannya berbeda. Sun Tzu, dikirim untuk mengajarkan manusia memahami strategi, terserah ajarannya akan dipakai untuk apa, peperangan maupun persentuhan sosial. Wynton Marsail, pemenang Grammy Award, dan Pulitzer yang diimpikan banyak orang di dunia itu pernah menitipkan pesan kepada musisi junior yang dijumpainya, "Tetaplah rendah hati, karena kerendahan hati membuka kebenaran."

Antang, 30 September 2021
Zulkarnain Hamson

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun