Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tirani

8 September 2024   13:00 Diperbarui: 8 September 2024   13:23 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul buku terbitan gramedia

KEDIKTATORAN atau Tiran, bagi orang Yunani kuno,  tidak selalu berarti penguasa yang buruk. Dalam bentuk aslinya; Tyrannos, kata itu digunakan untuk menggambarkan seseorang, memegang kekuasaan absolut dan pribadi dalam suatu negara. Berbeda dengan seorang raja, yang kekuasaannya terikat oleh konstitusi dan hukum. Beberapa Tiran adalah perampas kekuasaan dan berkuasa dengan usaha mereka sendiri, ada juga dipilih untuk memerintah, dan Tiran lainnya yakni mereka dipaksakan oleh adanya intervensi kekuatan dari luar.

- - - - - - - - - - - - -

Sian Lewis, kontributor produktif naskah filsafat untuk Ensiklopedia Britanica, dibantu terjemahan oleh Anselmus H. Amadio, rekannya, dengan murah hati menyajikan suatu karya literasi Filsafat dan sejarah Yunani, terbilang paripurna untuk dapat kita simak. Penelusuran awal saya sedikit mengalami jalan buntu, karena Timothy Snyder juga menulis tentang hal itu. Tetapi kantong bisa robek jika harus merogoh lebih dalam, untung saja harga yang ditawarkan penerbit Gramedia tak terlalu mahal, layak dibayar dengan banderol harga sekira Rp68 ribu. Tetapi saya lebih suka pada gaya bertutur Lewis. Akun pribadi gratisan di Britanica, membuat hasrat membaca tak sedikitpun dapat mengalami kendala, terima kasih Lewis, terima kasih Britanica. Naskah ini pelengkap kajian kelas filsafat yang harus saya ampu semester berjalan.

Dari 12 naskah yang sedang saya ulik, baru sampai pada angka 5, perhatianku tersita pada teks media yang terus-menerus memompa adrenalin, ada rasa ingin tahu, bagaimana kekuasaan dapat berjalan tanpa riak protes. Tirani menjadi fokus, sejumlah judul berita menyeret pikiran saya pada pertarungan sengit pemburu kekuasaan. Dari ayah ke anak, dari suami ke istri, dan paman ke ponakan, dari mertua ke menantu, itu bukan cerita tentang Tirani, hanya jalan menuju kekuasaan, dari sanalah embrio Tiran tumbuh, disemai seperti bulir padi, pada area tanah sawah yang hitam, becek, berlumpur, kadang busuk, endapan organik mati, yang sebelumnya pernah tumbuh subur berjaya di lahan itu. Kekuasaan juga demikian akan mati pada waktunya.

Saya terkesima pada bait kalimat Lewis; Penguasa tertentu, seperti 'Phalaris', Tiran Akragas di Sisilia, yang diduga ia membakar musuhnya hidup-hidup, dalam benteng tembaga, adalah kata-kata kunci untuk kekejaman tidak terkendali dan pemanjaan diri, tetapi yang lain, seperti Pittakos di Mytilene, dikenang dengan baik dalam sumber-sumber kuat selanjutnya, sebagai penguasa yang bijaksana dan moderat, yang membawa kemakmuran, kedamaian ke kota-kota mereka. Namun, kemudian dalam sejarah klasik, kata Tiran itu secara bertahap mulai memperoleh lebih banyak cita rasa moderennya, menyiratkan figur seorang penguasa yang motivasi utama adalah kekuasaan dan keuntungan pribadi, dan sebagai hasilnya, penggunaan Tirani dalam kehidupan publik menjadi kontroversial.

Akhirnya gagasan Tirani, dengan demikian telah menjadi pusat perdebatan tentang legitimasi dalam pemerintahan dan keseimbangan kekuasaan antara penguasa dan rakyat. Sejak zaman Romawi, para filsuf telah memperdebatkan hak moral bagi warga negara, untuk menggulingkan seorang Tiran apapun hukumnya. Juga telah memperdebat titik dimana pemerintahan monarki (kerajaan) menjadi Tirani. Namun sebelum jauh, mari kita tengok sedikit awal konsensus batasan umum tentang Tiran. Definisi Tirani yang paling terkenal berasal dari Aristoteles; "Setiap penguasa tunggal, yang tidak diharuskan untuk memberi pertanggungjawaban atas dirinya sendiri, dan yang memerintah atas semua subjek setara atau lebih tinggi darinya, untuk memenuhi kepentingannya sendiri dan bukan kepentingan mereka, disebut Tirani."

Aristoteles menyajikan Tirani dalam cahaya yang sangat negatif, sebagai bentuk monarki yang telah menyimpang dari konsepsi idealnya, dan dengan mencantumkan (berlindung) dalam karakteristik Tiran, maka ia berkuasa dengan paksa, memiliki pengawal asing untuk melindunginya, memerintah atas subjek yang tidak mau (menolak) atau juga, membangkang. Aristoteles menyarankan bahwa seorang Tiran selalu lebih layak untuk disebutkan sebagai wujud penguasa kuat dan juga merupakan perampas kekuasaan dengan perilaku yang kejam. Peisistratus, tiran Athena, layak sebagai contoh klasik; ia melakukan tiga upaya untuk merebut kekuasaan, akhirnya berhasil dalam kudeta militer pada tahun 546 SM dengan menggunakan kekuatan dari luar, dan memerintah selama 30 tahun.

Bone, 29 Agustus 2024

Zulkarnain Hamson

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun