Mohon tunggu...
Zulkarnain Hamson
Zulkarnain Hamson Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Saya adalah dosen dengan latar belakang jurnalis selama 27 tahun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Presstitutes "Pers Pelacur"

2 September 2024   11:42 Diperbarui: 2 September 2024   11:42 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

TERSINGGUNG rasanya membaca argumentasi Paul Craig Roberts, yang dengan sangat beraninya mendefenisikan 'Pers berpihak pada pemerintah' sebagai "Presstitutes" atau "Pers pelacur". Tudingan itu dialamatkan pada jurnalis dan media; 'The New York Times', 'The Washington Post', 'CNN', 'MSNBC', 'Fox News' di Amerika Serikat (AS). Tentu saja tudingan itu ditepis para jurnalis, mereka menyebut pikiran Roberts bias.

- - - - - - - - - - - -

Roberts, adalah contoh menarik, bagaimana hidup seorang pejabat negara berakhir di ruang redaksi. Di Indonesia, seorang pejabat tinggi kabinet dan dekat dengan presiden, tentu akan menghilang dari lensa publik, saat pensiun. Roberts di AS justru lain, usai memulai karirnya di dunia akademis, dan dia mendapatkan gelar Ph.D. dalam bidang ekonomi dari 'University of Virginia' ia memilih lanjut untuk mengajar di berbagai universitas 'University of New Mexico, Stanford University, dan Georgetown University.' Dia dikenal sebagai seorang ekonom dengan fokus pada ekonomi makro dan kebijakan ekonomi. Kecemerlangan pemikiran ekonominya menjadi sebab pemerintahan AS memanggilnya untuk bergabung dalam tim ekonomi presiden AS.

Roberts mulai dikenal luas karena perannya di pemerintahan. Pada awal 1980-an, ia menjabat sebagai Asisten Sekretaris Departemen Keuangan di bawah pemerintahan Presiden Ronald Reagan. Selama masa jabatannya, Roberts memainkan peran penting dalam pengembangan, penerapan kebijakan ekonomi dikenal sebagai "Reaganomics," yang menekankan pemotongan pajak, deregulasi, dan pengurangan belanja pemerintah sebagai cara untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Karirnya berakhir bersama kabinet Presiden Reagan. Tetapi spiritnya yang besar tidak ikut berhenti, ia beralih profesi menjadi jurnalis. Serangan pada profesi jurnalis dan media dilakukan tanpa rasa sungkan pada kawan-kawan jurnalisnya juga kepada pemilik media yang sering memuat artikelnya.

Hidup barunya dalam profesi jurnalis dan penulisan, membuat ia tetap bergairah. Usai meninggalkan pemerintahan, Roberts menjadi seorang kolumnis yang prolifik (sangat produktif). Dia menulis untuk berbagai publikasi termasuk 'The Wall Street Journal', 'Businessweek', 'The New York Times', dan 'The Washington Post'. Selain itu, juga aktif menulis banyak artikel dan esai yang seringkali sangat kritis terhadap kebijakan luar negeri AS., perang di Timur Tengah, serta perilaku media mainstream. Roberts kemudian menjadi lebih kritis terhadap apa yang dia lihat sebagai korupsi dan kemerosotan moral dalam pemerintahan dan media. Saya lebih suka memakai istilah sindiran ketimbang tudingan, oleh karena Roberts adalah bagian dari apa yang dia kritik. Lebih tepat saya istilahkan autokritik.

Kritiknya yang tajam dan keras terhadap media arus utama, itulah yang disebutnya "Presstitutes," jika dianalisa berasal dari dua suku kata 'Press' (media) dan 'Titutes' (prostitusi) atau pelacuran, dan istilah itu kemudian menjadi terkenal. Roberts tidak ikut menumpang tenar, karena ia sebelumnya sudah cukup dan dikenal dunia sebagai pemikir ekonomi AS. Kehadirannya dalam dunia media, kemudian semakin dikenang sebagai salah satu suara yang paling vokal menentang apa yang dia pandang sebagai penyalahgunaan kekuasaan oleh elit politik dan media. Pada catatan sebelumnya saya menulis tentang indikasi media berpihak pada kepentingan pemerintah, serta mengabaikan kepentingan publik. Sekalipun tentu banyak yang tidak setuju, karena iklim media di Indonesia 90% bergantung pada pemerintah.

Sebagai pribadi yang pernah hidup di ruang redaksi media, saya tentu ikut pada kelompok penolakan terbuka oleh kalangan jurnalis dan media. Saya menolak klaim bahwa jurnalis berfungsi sebagai alat propaganda, dengan menunjukkan komitmen bahwa masih banyak jurnalis dan media yang tetap berani menyuarakan kepentingan publik, dan patuh terhadap standar jurnalistik, seperti verifikasi fakta, transparansi sumber, dan penyajian berita yang berimbang. Adapun penekanan pada kredibilitas media mainstream terkait profesionalisme tentang bias atau kurangnya objektivitas, saya tentu masih optimis, karena lembaga pemberi penghargaan internasional masih memperlihatkan daya evaluasi banyak jurnalis berpengalaman, praktik editorial yang ketat, menghasilkan penghargaan. Tetapi saya masih gelisah bagaimana dengan media di tanah air, atau Sulawesi Selatan?.

Enrekang, 21 Agustus 2024
Zulkarnain Hamson

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun