DUKUNGAN semu, begitu barangkali idealnya menyebut perilaku "ikut mendukung" karena trend atau pencitraan, tanpa kesadaran substansial.Â
Semisal memilih pemimpin karena dipengaruhi psikologi tren. Sejatinya pemimpin itu jauh dari standar ideal yang diharapkan. Efek ini disebut "Bandwagon" sadar atau tidak, kebanyakan kita telah mengalaminya.
---------------
Dalam kajian media baru (media sosial) atau lazim kita istilahkan Medsos, perilaku Bandwagon sudah berjalan jauh lebih cepat dari kesadaran kita semua.Â
Fenomena seperti ini ditimbulkan oleh matinya nalar, kemalasan berfikir, rasa frustrasi atau boleh jadi intervensi jual beli dukungan (politik uang), sehingga kondisi sosial ekonomi sulit, memicu sikap apatis, atau bahkan aksi ambil untung.Â
Coba berupaya bangkit dari aneksasi media sosial dan lawan dengan menghidupkan nalar kritis. Jangan terpengaruh dengan berbagai iklan politik yang 'seronok' atau seakan-akan ideal, berkualitas, berprestasi, berisi, bervisi, namun kenyatannya tidak, atau bahkan modus menyembunyikan sikap ambisius (gila jabatan dan kekuasaan).
Bandwagon adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi di mana banyak orang mulai mengikuti suatu tren, ide, atau aktivitas tertentu hanya karena orang lain melakukannya.Â
Ini sering terjadi dalam konteks sosial, politik, dan pemasaran. Efek bandwagon dapat menyebabkan popularitas sesuatu meningkat dengan cepat, karena semakin banyak orang ingin ikut serta dalam tren yang sedang populer.
Istilah Bandwagon berasal dari bahasa Inggris, awalnya digunakan dalam konteks politik Amerika Serikat (AS) pada abad ke-19. Kata itu merujuk pada kereta hias yang digunakan dalam parade tujuannya tentu menarik perhatian orang banyak.Â
Politisi akan "naik ke kereta hias" (jump on the bandwagon) untuk menunjukkan dukungan mereka dan menarik lebih banyak pendukung.