Menyimak tulisan rinaldi, berjudul;"Sulitnya Berinteraksi dengan Muslim Fundamentalis", terkesan, kalau Sdr Rinaldi bukan sosok yang piawai dalam memahami karakter muslim. Mencerminkan tulisan tersebut terikat dengan nuansa kebiasaan diluar cagar budaya Islam. Karena rumpun muslim itu berangkat dari Islam, menurut aturan dan nilai keyakinan Islam itu sendiri. Bukan konsep konsep libral seperti suratan tertulis dari keinginan Rinaldi untuk melepaskan umatnya dari (theological believe). Padahal akar kekuatan muslim itu karena keyakinan teologi, yang menerapkan tali simpul "KEIMANAN". Tegak diatas prinsip prinsip keyakinan sebagai pemeluk agama. Bukan datang sebagai imperialis untuk merombak agama, sebagaimana banyak tokoh luar berusaha tampil menjadi juru selamat umat Islam. Islam tidak memerlukan teletherapy akal yang disebut filsafat. Islam memiliki konsep teologi yang disebut manhaj ASWAJA, suatu keyakinan menurut retorika sejarah Islam sejak awalnya. Bukan basa basi teologi filsafat, tetapi teologi wahyu. Kalau kemudian anda membenturkan Islam dengan stigma produk Yahudi, "Fudamentalis" (suatu nalar anggapan barat terhada gereja ortodok), itu justru pola asing yang tidak dikenal dan tidak kena dalam Islam.
Dalam hal ini saya ingin mencoba menarik benang merah dalam tulisan anda, yang terdapat pada point pointnya:
1.Dalam mengelaborasi ide-idenya, mereka tidak menggunakanrational appeal, tetapi “kepercayaan”(theological believe). Ini melahirkan sikap-sikap apriori terhadap ide-ide lain. Mereka bisa menolak sebuah ide hanya karena ide itu “tidak diajarkan agama mereka”, alih-alih melontarkan argumen/bantahan rasional. (Dalam adu argumen, melibatkan unsurtheological believeadalah sebuahfallacy, karena itu bersifat subjektif dan tidak terukur). Contoh faktual adalah pada perdebatan mengenai Ahmadiyah beberapa waktu lalu. Komentar saya: Kepercayaan dalam Islam, dari paparan sejarahnya adalah tali simpul untuk disebut muslim. Sejak awal berangkatnya para pendatang, memeluk agama Islam, memang menempatkan keyakinan sebagai asas berislam. Tentunya setelah rasio mengkaji tentang Muhammad dan ajarannya itu siapa. Tidak mudah membodohi orang arab yang tingkatan hidupnya bergelimang dengan sastra dan keyakinan lama, warisan Ibrahim, pada waktu. Bukan sesuatu yang enteng menyebut Muhammad dengan sebutan nabi, karena orang orang Arab pada waktu itu adalah komunitas ajaran nabi sebelum Muhammad.Ada teologi Trinitarian, ada teologi Talmud dan alkitab, disamping teologi yunani. Kalau kemudian retorika kepercayaan dalam Islam menjadi suatu fakta agama. Tentunya fakta tersebut karena syarat agama. Tidak disebut agama, bila tidak melalui proses kepercayaan dalam Islam. Bandingkan dengan kepercayaan arab sebelumnya, sama nilainya dengan agama yang harus dibela, tetapi teori rational appeal itu dipakai oleh kaum paganis itu, bahwa agama Muhammad lebih tepat, ketimbang agama bikinan nenek moyang mereka. Tentang ahmadiyah misalnya, secara teologi Islam tidak lagi mengasaskan Islam sebagai doktrin, tetapi persepsi Ghulam ahmadlah yang menjadi panutan. Bila disebut itu bagian dari karya Islam, tentunya tidak masuk akal oleh sebab teologi mereka berbeda. Etika Islamnya dilanggar, itu yang memicu persoalan. Kalau memang Ahmadiyah mau hidup tidak perlulah menggunakan symbol symbol Islam. Sebut saja Agama ahmadiyah, selesai masalahnya, seperti dipakistan. Karena ahmadiyah berbedah jauh dengan perbedaan yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah atau Persis atau Al-Irsyad dll.nya. itu yang mestinya dikaji, disini kesannya lebih aneh karena Endingnya adalah ahmadiyah.
2.Selalu menyalahkan pihak luar, dalam hal ini adalah barat, khususnya Amerika dan Yahudi, untuk semua keterpurukan yang dialami Muslimin. Jarang mereka introspeksi diri dan melihat ke dalam serta memberi otokritik.(Otokritik sering dilakukan kelompok progresif sepertiJIL, namun hampir tidak pernah dilakukan kelompok radikal. Ketidakmauan memberi otokritik telah dikritik olehIrshad Manji, penulis Muslim yang menulis buku “Beriman Tanpa Rasa Takut”). Komentar saya: Menyebut barat, itu tentu ada alasannya, Interaksi Islam di Madina yang membuka Madina Al-Munawara adalah wahana agama Islam yang membiarkan pemeluk Yahudi dan nahsrani hdiup berdampingan. Namun sentries golongan dan ras, telah melahirkan sikap melanggar perjanjian yang dibuat bersama. Itu sebabnya, disamping karena kata "Yahudi" dan "Nashrani" komunitasnya dibarat, eropa dan amerika. Lalu lahirlah kata barat sebagai tertuduh. Sejarah Islam tidak bisa melupakan yahudi dan Nashrani yang sering melakukan agresi, penjajahan atas nama HAM terhadap Negara Negara Islam. Bisakah dibenarkan sebuah Negara merdeka dibuat kacau balau, hanya karena alas an Nuklir oleh barat, berapa banyak Negara Negara Islam diluluh lantakkan oleh Amerika atas tuduhan sebagai teroris. Baca pecahnya episode perang teluk dan segala kehancuran system yang terjadi di timur tengah, perbuatan siapa ?, baratkan ?. anda ingat enggak dengan pejuang pejuang republic yang disebut ektrimis oleh belanda, apa bedanya dengan anda yang menyebut Islam Fundamentalis seperti teori barat terhada Islam ?. sama. Tentang JIL, bukan representative Islam, tidak ada ahlinya yang mengerti Al-Quran dan sunah, bahkan mereka manusia manusia berpikir imperialis yang mebawa paham paham untuk mengamandemen al-quran. Tentang Irshad Manji menulis itu sebenarnya berangkat dari ketakutan dan popularitas belaka.
3.Sempit. Seringkali memaknai kata “jihad” sebagai “perang fisik” terhadap orang kafir yang memusuhi Muslimin (liciknya, istilah itu tidak dipakai untuk kasus di mana umat Muslim membantai saudaranya di Sudan dan Somalia. Bacatulisan saya.). “Jihad” artinya berjuang di jalan Allah, banyak cara dan luas maknanya. Sementara padanan kata “perang” dalam bahasa Arab adalahQital. Membantu korban banjir, kampanye anti korupsi, rehabilitasi pecandu narkoba, bagi mereka bukan “jihad”. Tapi membunuh orang kafir yang memerangi Muslimin, adalah jihad.Komentar saya: "Jihad" dari kata 'Jahada" yang berarti 'Bersungguh sungguh". Dalam al-Quran ada kalimat "Fa Man Jahada, Yujaahidu linafsi (Mereka yang bersungguh sungguh, berarti bersungguh sungguh terhadap dirinya)…Namun makna jahada dimasa Rasul, dipakai sebagai media dakwah, menyampaikan kalimat kalimat dakwah, mengajak berjalan dijalan Allah. Tetapi makna Jihad bisa berarti juga Qital, manakala kaum harbi memerangi Islam.
4.Cenderung memahami ajaran agama secara tekstual, dan bukan kontekstual. Komentar saya, mungkin sebelum melarutkan diri dalam tuduhan, perlunya anda memahami Islam bukan dari jalan jalan simpang. Perlu leteratur memahami Islam dari sejak periode pertama Islam. Mungkin untuk memahami islam dengan kelekar JIL itu justru tidak ilmiah, Karen refrensi JIL, dari awal sudah berkolaborasi dengan sufistik. Jelas tidak ketemu dengan Islam. Antar JIl dan Islam tidak ada media untuk menyebut pendapat pendapat JIL itu adalah pendapat Islam. Mungkin anda harus punya koleksi Leteratur bahasa Aslinya sebelum terperosok pada terjemahan kaum JIL yang sering distorsi dalam menterjemahkan buku buku Islam.
5.Rasa kemanusiaan yang cenderung terbatas khususnya pada “saudara seiman” yang dibantai kaum kafir saja. Dalam kasus Muslimin terbunuh di Palestina oleh tentara Israel, mereka berang. Tapi puluhan biksu-biksu dibantai di Myanmar, mereka diam saja. Perang Irak-Iran (antara Sunni-Syiah) sepanjang 80-an menelan jutaan Muslim, terutama warga sipil, karena “sesama Muslim”, mereka kurang bereaksi. Dan entah sudah berapa juta orang tewas di Sudan akibat perang saudara yang sudah berlangsung bertahun-tahun, tak ada reaksi berarti dari kelompok Islam keras. Oleh karena itu, menurut Prof. Zainun Kamal, dosen UIN Jakarta, boleh jadi korban jiwa akibat perang saudara sesama Muslim sepanjang abad di timur-tengah dan Afrika sebenarnya jauh lebih banyak daripada korban jiwa Muslim akibat perang dengan “kaum kafir”, yaitu AS dan Israel. Komentar saya: Tidak semua umat Islam berpikir seperti itu. Sederhanya adalah, kalau saja berpikir masalah dalam Islam tidak selesai, apakah harus menyelesaikan orang lain. Mengenai petak petak umat terpecah belah dalam egoismenya, itu karena senjang pemikiran yang terjadi ditubuh umat Islam. Contoh, tidak perna bereaksi umat Islam dari kalangan salaf dengan titik bengek persolan Palestin. Sunni Syiah, bukan tidak ada yang memperhatikan, dewan dakwah Islam pada waktu itu mengeluarkan himbauan untuk menghentikan perang keduanya. Rabitha alam Alam Islami tidak diam dengan kejadian muslim di sudan, dipalestin, di belahan bumi lain. Hanya anda saja yang terfokus pada berita berita hegemoni PKS dan HT di Indonesia. Karena lembaga lembaga dunia Islam tidak seperti yang dibayangkan anda.
6.. Keyakinan yang berlebihan terhadap agama sehingga memunculkan sikap arogan, paling benar, paling mulia, superior, dan merasa berhak menguasai dunia. Inilah sebab mereka tidak suka ide kesetaraan derajat(egality),karena arogansi dan rasa paling mulia di antara umat lain. Bila mereka mayoritas, mereka berniat memaksakan “aturan agama” ke ruang publik. Bila minoritas, mereka berniat memisahkan diri seperti terjadi di India, Thailand selatan, dan Filipina. Atau paling halus, sebentuk “otonomi khusus”. Umat lain dipandang sebagai “musuh” yang inferior sebelum mereka tunduk di bawah ideologi Islam dan berstatus“dhimmi”. Komentar saya: Berlebihan dalam Islam dilarang, dan islam tidak pernah seperti yang dibayangkan anda. Tentang Khilafah bukanlah gagasan utama Islam. Islam lebih menekankan pada prinsip prinsip Imaniyah dan amaliyah. Kalaupun mungkin harus berkhilafah bukan berangkat dari cita cita politik, tetapi berangkat secara alami sebagaimana yang terjadi di masa Nabi Muhammad. Beliau sendiri, tidak pernah menyuruh menegakkan Negara Islam atau daulah Islam, beliau hanya menggembleng umatnya dibawa kalimat Tawhid yang puncaknya terbangun kebesaran Islam dengan sendirinya.Kalau Islam sudah Merata, lalu tidak ada yang memimpin, siapa lagi yang akan memimpinnya ?. logikanya begitu. Meskipun Islam menjadi kekuatan waktu itu, tidaklah memandang rendah terhadap orang lain, para utusan santun yang datang sebagai delegasi keberbagai non Muslim. Jangankan dalam Islam, di Indoensia yang bersatus musuh saja disebut teroris kok, demikian semua kekuasaan didunia ini ketika melihat orang Islam akan bersaing aka nada saja cara untuk menuduh Islam tidak pada tempatnya. Saya kira perlakuan seperti itu bisa dilakukan siapa saja.
7.Anti kritik, dan oleh karenanya mereka juga anti kebebasan berpendapat. Karena mereka merasa sebagai “wakil dari sebuah agama yang mulia”, maka kritik terhadap kebijakan mereka dianggap kritik terhadap agama. Dan kritik terhadap agama seringkali dipandang sebagai penistaan agama. Tapi, karena mereka merasa berada dalam keyakinan yang paling benar, maka kritik mereka terhadap agama lain tidak dipandang sebagai penistaan agama, melainkan “syiar kebenaran” yang tidak boleh diganggu gugat. Barangsiapa yang mempersoalkan kekritisan mereka terhadap agama lain, dianggap menggugat syiar kebenaran. Komentar saya: Keyakinan tidak harus disamakan dengan konsep berpikir Libral, suatu kesalahan besar kalau anda memaksakan diri untuk menuntut umat Islam berpikir seperti anda. Dalam hal ini anda juga sedang berimajina sebagai orang pembebas, padahal ketika anda berpikir membebaskan orang lain dengan cara anda, berarti anda telah merantai orang itu dengan konsep pemikiran anda. Logikanya begini bung rinaldi, orang yang beranggapan jelek terhadap orang lain pasti itu orang tidak baik. Ketika anda mencoba menyuguhkan kelemahan orang lain, sebenarnya diri anda sendiri lemah. Itu aja kok repot.
8.Selalu memposisikan umat Muslim sebagai “umat yang tertindas” dalam peradaban dunia. Dan yang menindas itu digambarkan adalah orang kafir. Modus “umat tertindas” ini adalah propaganda klasik yang juga digunakan orang Yahudi sebagai justifikasi mereka membangun negara Israel. Modus ini “enak digunakan” karena bersifat sentimentil dan sangat provokatif, membangkitkan rasa persatuan dan semangat perlawanan terhadap yang menindas karena perasaan “tertindas” itu.Komentar Saya: katanya anda tidak biasa dengan berita karbitan, ya kalau kenyataannya sudut pandang anda sekarang seperti itu, berarti anda masih terkurung dalam kekuatan isu lokal. Coba anda mengikuti pengajian salaf yang selalu berbicara materi pendidikan Islam dan bandingkan dengan Isu lokal, HT dan PKS. Mungkin persepsi anda itu berobah. Pengajaran pengajara Islam lewat media dakwah yang disebut salaf, adalah media yang berpikir kedepan tanpa gonjang ganjing berita berita sensitive, seperti penampilan anda memahami Islam. Namun juga tidak sensual, seperti kaum domestic yang menjadi penceramah. Tidak ada target, selain ilmu ilmu agama murni saja.
9.Pada level kroco di internet, mereka lebih sukacopy-pasteartikel yang sepaham daripada menulis opininya sendiri untuk mengisi blognya, atau dikirimnya ke sebuah mailinglist. Komentar saya: Emangnya copy paste itu sifatnya kroco semua, bandingkan dengan buku yang syarat dengan leratur, bukankah itu sama dengan copy paste.Andapun tidak akan pernah terlepas dari copy paste, meskipun anda tidak menyebutkan dengan pas. Karena copy paste tidak hanya bersifat mengcopy belaka dari suatu situs.Menuangkan ide ide libral itu sendiri adalah copy paste, mencangkok dari orang lain.
10.Provokasi dengan mengutip fakta di luar konteks. Terutama fakta yang disajikan dalam foto. Mereka tidak menuliskan caption foto sesuai standar jurnalistik (5W +1H) melainkan kata-kata provokatif, seperti:“lihatlah apa yang mereka lakukan terhadap kaum Muslimin”yang disematkan pada gambar Masjid yang luluh lantak akibat perang, atau foto korban-korban Muslim yang tewas, atau penyiksaan tawanan Muslim. Kalau caranya begitu, lawan mereka dengan mudah dapat melakukan hal yang sama, contohnya film “Fitna” yang dibuat Geert Wilders. Tapi mereka menghujat Wilders karena perbuatannya.Komentar saya: Mereka yang begitu itu bukan seorang yang belajar Islam dari akarnya Bung rinaldi, mestinya tidak perlu menjadi bahan tulisan anda. Mungkin banyak pihak Islam yang menganggap lucu tulisan anda. sebenarnya anda yang minder dengan gaya dan tulisan mereka, artinya anda dengan dia sama sama roman picisan, tidak lucu. Kalau seorang rinaldi masih terangsang menanggapi penulis karbitan. Coba anda cari situs situs yang obyektif memberikan kajian keislaman, Contohnya seperti Al-Manhaj Or. Id. Lihat disana, ada enggak pembicaraan aib oranglain, baca juga majalah alfurqan, mungkin anda akan melihat bedanya.
Inilah sosok Rinaldi yang salah jalan memahami Islam dan menilai Islam. Mestinya bukan dari sumber sumber berita picisan, yang memperkenalkan Islam lewat panorama kekerasan. Bidiklah Islam lewat medianya sendiri. Bukan dari HT, bukan dar PKS, bukan dari JIL, bukan NU, bukan dari Muhammadiyah. Bukan itu yang dimaksudkan, tetapi lihatlah islam dari sumber sumber aslinya, sekaligus dengan sejarahnya. Bukan sekedar mengandalkan terjemahan, tetapi juga bahasa bahasa aslinya. Jadi anda tidak akan salah jalan memahami Islam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H