Mohon tunggu...
Zulkarnain El-Madury
Zulkarnain El-Madury Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Firman Allah: "Dzulkarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka". (Al-Kahfi 95) Sebelumnya sebagai da'i MTDK Muhammadiyah, Ma'hab bin Baz. Berhaluan Islam Suni, berdasarkan manhaj Salaf (mengikuti jejak sahabat Rasulullah SAW.) 081317006154

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Bangsa Lata, Miskin Karya dan Pembual

3 Agustus 2010   10:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:20 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tak perlu nunggu terlalu lama seperti dulu, sebelum ada internet, sulit rasanya menyampaikan keluhan hati, keluhan jiwa. Apalagi misalnya ingin meluapkan amarah dan kejengkelan, atau ingin mengangkat karya pena, itu belum tentu memungkinkan. Rasa dongkol karena marah karyaku tidak dimuat di media cetak, membuat aku putus asa. Seperti tak ada artinya, karena untuk menampilkan tulisan itu disortir terlebih dahulu oleh media cetak, seperti koran dan majalah, apalagi menulis buku, wow, perlu nama populer dulu, dikenal masyarakat luas, predikat yang disegani dan matang dalam pergaulan dunia tulis menulis. Itu dulu. Tetapi kini apanya yang sulit, murah dan terlalu mudah mengaktorkan kehendak di pentas maya, tidak sesulit dulu ketika media hanya milik orang orang tertentu. Ketika media menjadi corong kekuatan, ketika media menjadi kendaraan para pejabat. Kini seorang hanya perlu merogoh kocek 2000 rupiah, udah bisa menikmati dunia dan segala isinya  selama 1 jam, bebas angjangsana kemanapun sesuai dengan kehendak kita, bahkan terlalu bebas arena di maya itu, seorang bisa menjelajahi wilayah apa saja tanpa ada sensor. Bebas berbuat apa saja, bahkan yang berilmu bidang keinternetan, mereka  bisa buka front dengan siapa saja. Itu Internet, dunia yang tidak pernah terbayang oleh manusia sebelum Mesehi. Padahal anda tahu, internet itu hanya kemampuan otak manusia, telah membuat manusia lata dengan kehidupan internet, mereka diharu dalam birunya dunia internet, manusia terbius suasana internet yang diciptakan oleh manusia. Seakan dunia ini milik kita. Disana kita bisa melihat apa saja. Itulah khayalan yang menjadi kenyataan.

Ada kelas manusia ternyata. Bahwa kemajuan dunia ini memang sudah dipetak menurut struktur rasnya. Seprtinya kalau bangsa seperti kita hanya bisa menjadi konsumen, tidak mampu merintis dan mengembangkan nilai nilai yang ada dalam hidup kita, bangsa Indonesia, bangsa melayu. Kita hanya mampu lata menikmati hasil orang lain, dan tidak pernah mampu menjadi bangsa pencipta. Tetapi hanya mampu melata sebagai bangsa yang mengagumi ciptaan orang lain, dan hanya mampu berlomba membeli barang barang yang merupakan wujud penggalian orang lain. Tidak hanya itu, sejak dunia ini mementaskan orang orang tertentu didunia sebagai aktor bapak pembangunan dunia, bangsa kita cukup sebagai bangsa yang bersorak sorai hingga detik ini. Sekolah sekolah dan perguruan Tinggi tidak mampu melahir sebuah sistem yang dapat merobah dunia, tetapi selain menjadi bangsa konsumen, bangsa kita adalah bangsa lata, yang hanya bisa mengekor, hingga untuk membangun republik saja terpaksa harus berkiblat pula kepada orang lain.

Tidak ada karya anak anak bangsa yang bisa dibanggakan dunia dan menjadi cermin peradaban dunia. Adanya adalah sebuah bangsa dengan segala kelataannya, atau bisa pula disebut peradabatan bangsa bangsa lata, mulai dari kereta kuda, sepeda, motor, mobir, pesawat, radio, tv, kamera. komputer, serba alat eletronik mulai dari telegrap, telkom hingga internet, kaset, cd dan segala peralatan digital tidak satupun lahir dari kandungan bangsa ini. Artinya, apakah memang bangsa yang ditakdirkan miskin karya, tetapi pandai bicara, pandai mengulas kemampuan orang lain seperti sporter sepak bola yang hanya mampu menyampaikan dukungan, tetapi kalu terjun kelapangan tidak bisa berbuat apa apa. apa begitu ?....

Coba perhatikan produk pendidikan saja adalah produk impor, modal berpikir bangsa ini sebatas mengikuti teori teori yang berkembang didunia lain. Berpa banyak sarjana yang dihasilkan oleh bangsa ini, tetapi karyanya sebagai anak bangsa bukan sebuah karya yang tidak ada sebelumnya, tetapi karya kloning dari fenomena dunia. Untuk sarjana sarjana dalam dialektika persaingan dunia, itu tidaklah mungkin, karena faktor faktor idealisme bangsa ini masih prematur. Tendensius pada citra dan kedudukan. Seorang Sarjana tekhnik misalnya, cukup mengejar penghargaan dan kedudukan, itu tujuan utama. Sarjana pendidikan misalnya, ya cukup menjalankan pendidikan yang ada, apalagi kalau meraih gelar mentri, itu memang tujuannya, sarjana hukum misalnya, pasti sasarannya, menjadi pengacara, jaksa, hakim atau sebatas, bisa mengadili orang. Bukan perancang hukum, buktinya hukum belanda hingga saat ini jadi kitab suci pengadilan dan hukum di Indonesia. Ya inilah uneg unegku, rasanya menjadi plong menyampaikan ini kepada pembaca kompasiana, semoga menjadi motivasi kita sekalin merobah bangsa yang lata ini menjadi bangsa yang dibanggakan dunia karena karyanya....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun