Penulis :Â Tuti Wantu, Oskar Huwata, Widya Tiara Citra S. Kadir, Israrianty Ishak
Konseli adalah individu yang memperoleh pelayanan konseling atau diberi bantuan secara professional oleh seorang konselor atas permintaan dia sendiri ataupun permintaan orang lain. Konseli yang datang atas kemauannya sendiri karena dia membutuhkan bantuan, dia sadar bahwa dalam dirinya ada masalah yang memerlukan bantuan seorang ahli.Â
Konseli yang datang atas permintaan orang lain seperti orang tua dan guru, berarti dia tidak sadar akan masalah yang dialami dirinya sendiri karena kurangnya kesadaran diri. Apabila konseli sudah sadar akan diri dan masalahnya, maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses konseling, yaitu supaya dia tumbuh, berkembang, produktif, kreatif, dan mandiri, sehingga harapan, kebutuhan, dan latar belakang klien akan menentukan terhadap keberhasilan proses konseling.
Sherzer and Stone (Willis, 2011) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal yaitu: (1) kepribadian klien, kepribadian klien cukup menentukan keberhasilan proses konseling. Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi, dan sebagainya.Â
Seorang klien yang cemas akan ampak pada perilakunya dihadapan konselor. Seorang konselor yang efektif akan mengungkap perasaan-perasaan cemas klien semaksimal mungkin dengan cara menggali atau eksplorasi sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin diiringi oleh air mata klien; (2) harapan klien, mengandung makna adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui proses konseling. Pada umumnya harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau jalan keluar dari persoalan yang dialami, dan mencari Upaya bagaimana dirinya supaya lebih baik, lebih berkembang; (3) pengalaman dan pendidikan klien, hal ini amat menentukan atas keberhasilan proses konseling.Â
Sebab dengan pengalaman dan pendidikan tersebut, klien akan mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dalam konseling, wawancara, berkomunikasi, berdiskusi, pidato, ceramah, mengajar/melatih, keterbukaan, dalam demokratis di keluarga/kantor/sekolah, dan sebagainya. Pengalaman dan pendidikan yang baik pada umumnya memudahkan jalannya proses konseling.
Menurut Pane (2020: 140) konseli adalah individu yang memiliki keunikan tertentu, keunikan ini mencakup: (a) keunikan kebutuhan (Uniqueness Of Needs), Intensitas kebutuhan setiap konseli berbeda-beda sehingga menimbulkan keunikan dan hal ini harus diperhatikan oleh konselor dalam pelayanan konseling. (b) keunikan kepribadian (Uniqueness Of Personality), kepribadian konseli adalah totalitas sifat, sikap, dan prilaku konseli yang terbentuk dalam proses kehidupan. Seorang konseli memiliki keunikan dalam aspek kepribadiannya, sehingga prilaku konseli yang satu dengan konseli yang lain tidak sama; (c) keunikan inteligensi (Uniqueness Of Intelligence), Inteligensi adalah kemampuan mental umum konseli yang bersifat potensial. Kemampuan potensial merupakan kemampuan yang bersifat laten, yaitu kemampuan konseli untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu yang menunjang kemampuan nyata misalnya: prestasi belajar, kinerja, dan karya dalam bidang mekanik, seni, sastra, bisnis, dan sebagainya (Hartono, 2005); (d) keunikan bakat (Uniqueness Of Aptitude), bakat konseli adalah kemampuan khusus konseli dalam berbagai bidang, misalnya bidang numerical yaitu kemampuan bekerja dengan angka, bidang verbal yaitu kemampuan dalam menggunakan ungkapan verbal, bidang music yaitu kemampuan dalam bermain musik; (e) keunikan motif dan motivasi (Uniqueness Of Motive And Motivation), Motif konseli adalah suatu keadaan pada diri konseli yang berperan mendorong timbulnya tingkah laku. Motivasi konseli memiliki kaitan dengan motifnya, karena kehadiran motivasi  untuk menggerakkan motif dalam menguatkan intensitasi perilaku konseli; (f) keunikan minat (Uniqueness Of Interest), Minat konseli adalah kecenderungan konseli untuk tertarik pada suatu kegiatan tertentu. Minat merupakan potensi yang menunjang perilaku individu. Konseli yang memiliki intensitas minat tinggi untuk mengikuti konseling, menunjukkan perilaku yang aktif dalam konseling, sebaliknya bila intensitas minat konseli terhadap pelayanan konseling sangat rendah, maka perilakunya juga tidak kuat dalam mengikuti konseling yang dapat ditunjukkan dalam bentuk seperti sering tidak menghadiri kegiatan konseling walaupun mereka sudah janji dengan konselor; (g) keunikan perhatian (Uniqueness Of Attention), Perhatian attention adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu aktivitas. Dalam konseling, perhatian konseli adalah pemusatan tenaga psikis konseli pada proses konseling, mulai dari pertemuan awal sampai konseling disepakati selesai atau dihentikan. Intensitas perhatian konseli dalam psoses konseling tidaklah sama dengan konseli lain.
ReferensiÂ
Anam, K. (2019). Studi Makna Perkawinan Dalam Persepektif Hukum Di Indonesia (Komparasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) Dengan Komplikasi Hukum Islam. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung, 59--68.
Andu, C. P. (2019). Makna Pernikahan Bagi Wanita Lajang Usia Dewasa. Representamen, 5(1). https://doi.org/10.30996/representamen.v5i1.2400