Mohon tunggu...
Zulkarnain
Zulkarnain Mohon Tunggu... -

Apa yg kalian pikirkan tentang aku, maka itulah aku, akan tetapi, aku tetap seperti apa yang aku pikirkan.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kematian Pertama yang Kulihat di Depan Mata

3 Desember 2014   03:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:11 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat itu adalah minggu terakhir aku dinas di Rumah Sakit. Dari jam 2 sore aku menunggu pembukaan lengkap dari seorang pasien yang sedang berada dalam fase laten. namun tanpa diduga saat pembukaan prtio pasien inpartu sudah lengkap, datang satu pasien emmergancy.

Sebenarnya pasien yang baru datang ini sudah dijadwalkan operasei caesar pada pukul 11 malam nanti, namun rupanya station sudah 4/5. yang menjadi masalah adalah si Ibu mempunya penyakit paru aktif. sudah jatuh tertimpa tangga pula. itulah peribahasa paling tepat untuk kondisi ibu.

Presentasi janinnya bokong kaki. proses bersalin yang sangat sakit dan lama. Semua bidan dan mahasiswi praktek sibuk kelabakan karna saat itu pasien yang kutunggu pembukaan lengkap juga akan bersalin.. otomatis tim dibagi 2.

Aku fokus ke pasien emmergency itu. Sayang seribu kali sayang sang ibu tidaak bisa mengejan dengan baik, Bayi terlalu lama berada dijalan lahir. Bidan pun sudah kehabisan akal sampai akhirnya aku disuruh untuk memanggil dokter specialis kandungan yang sedang berada di ruang operasi karena denyut jantung janin melemah sampai 60x/menit. dokterpun datang dengan masih memakai baju operasi. episiotomi pun dilakukan sampai ruptur grade 4. yaAllah sakitnya.. BAyi Lahir tanpa bernafas, tanpa suara tangis, tanpa reflek dan tonus hanya tubuh lemas dan kulit berwarna biru.

Kami tak kehabisan akal, langsung dilakukan resusitasi.. mulai dari penghisapan lendir, ventilasi berkali-kali, rangsangan taktil dan okseigenasi. namun apa daya.. kakiku lemas, airmata tak kunjung terbendung. sang Bidan seniorpun menghentikan tindakan resusitasi. Sang bayi tak kunjung sadar.. Ku ikat tangan dan kaki bayi dengan kassa panjang. Ku ikat juga kepalanya. kubungkus dengan kain pernel.. aku tak bisa berhenti menangis.. tangisku membuncah saat sang ibu bertanya "bayi saya beratnya berapa kilo?" yaAllah.. harusku jawab apa..?? aku keluar ruangan dengan lutut lemas dan airmata yang tak berhenti mengalir. bagaimana kalau yang ada di posisi itu adalah aku? kuatkah?? adikku sayang. Jemputlah ibumu yang mulia di syurga nanti.

" Bu Bidan, saya mau pipis". sang pasien meminta bantuanku untuk mengantrnya ke toilet. "ibu, kenapa memaksakan diri ke toilet? kenapa tidak pakai pispot saja?" tanyaku yang saat itu khawatir dengan jaitan perineumnya itu. " tidak apa-apa, saya mau belajar" jawabnya dengan penuh semangat.. benar, dalam keadaan tidak tahu bahwa bayinya telah meninggal, sang pasien sangat semangat untuk cepat sembuh, untuk bisa merawat bayinya dengan baik.. orang tuanya berkata padaku bahwa sang pasien sangat menunggu kelahiran bayinya.. karena ini anak pertamanya . Aku jadi ingat ibu di rumah.

— tak berdaya .

Kisah nyata, diambil dari akun https://www.facebook.com/diana.mahira

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun