Tim Worker Justice dari Universitas Tidar telah berhasil membawa nama almamaternya dengan lolos pendanaan proposal di ajang Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2024. Prestasi ini menegaskan keunggulan tim dalam tema riset yang dibawakan. PKM merupakan program yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen-Dikristek) dengan tujuan untuk mendorong mahasiswa untuk berpikir kreatif dan inovatif serta kritis dalam menyelesaikan berbagai masalah di industri, pemerintahan, ataupun masyarakat.
Tim Worker Justice Untidar yang diketuai oleh Zulianissa Diah Kusmawati dan beranggotakan Erika Nisa Adelia, Nova Ramdani, serta Muhammad Hafis Algifari, semuanya adalah mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangungan angkatan 2022, berhasil membuat riset mengenai "Memerangi Diskriminasi Penyandang Disabilitas di Pasar Kerja: Studi Kasus Sektor Publik dan Sektor Privat Kota Magelang". Tim yang dinaungi oleh dosen Jihad Lukis Panjawa S.E., M.E., dari Fakultas Ekonomi, merupakan satu-satunya tim perwakilan dari untidar untuk kategori RSH yang telah berhasil lolos pendanaan belmawa.
Asal fokus riset yang didapat dari keadaan sekitar Kota Magelang, dimana masih belum terserapnya tenaga kerja disabilitas dan masih maraknya diskriminasi yang terjadi di pasar kerja. Hal itu yang membuat tim penasaran untuk menelitinya lebih lanjut dan menganalisisnya secara mendalam.
Kemudian riset ini didasarkan pada beberapa latar belakang. Pertama, sehubungan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang ke-8 yakni menciptakan lapangan pekerjaan yang layak bagi semua pihak tanpa perkecuali para penyandang disabilitas. Kedua, penyandang disabilitas seharusnya mendapatkan hak dan keadilan yang sama halnya dengan non-disabilitas. Di indonesia sebenarnya sudah diatur mengenai pemberian hak pekerjaan seperti pada UU Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 53 Ayat (1) dan (2) serta UU Difabel Pasal 145. Namun, dalam pelaksanaanya masih terbatas dan bersifat amal (charity-based). Ketiga, Isu mengenai penyandang disabilitas di pasar kerja masih sering dianggap sebelah mata. Diskriminasi merupakan suatu penolakan atas Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan dasar, dimana mengacu pada ketidakadilan terhadap individu tertentu sehingga dalam hal ini diskriminasi terhadap disabilitas merupakan suatu bentuk ketidakadilan.
Menurut data dari Dinas Sosial Kota Magelang 567 jiwa penduduk disabilitas dengan 332 jiwa penduduk disabilitas dalam pantauan pemerintah. Sementara itu hanya 250 penduduk disabilitas yang tercatat dalamm data Dinas Tenaga Kerja di tahun 2023 dimana banyaknya tuna daksa yang menjadi jenis disabilitas terbanyak di Kota Magelang. Perbedaan data ini bukan hanya sekedar angka. Namun menunjukkan adanya ketidakcocokan dalam pencatatan dan pelaporan yang bisa berdampak pada kebijakan dan program yang dirancang untuk mendukung penyandang disabilitas.
Riset ini menggunakan metode kaulitatif deskriptif dimana tim melakukan pengumpulan data secara primer (wawancara, kuesioner, dan dokumentasi) dan sekunder (data dinas dan implikasi unsur normatif). Selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui teknik miles dan huberman (pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi). Sementara untuk menguji keabsahan data, tim menggunakan uji triangulasi sumber data. Seluruh kegiatan pengambilan sampel dilakukan mulai April 2024 - Juni 2024.
Hasil riset yang telah tim lakukan menunjukkan di Kota Magelang masih terdapat kesenjangan antara pekerja disabilitas sektor publik dan sektor privat. Pekerja disabilitas yang bekerja disektor publik mendapat perhatian lebih di banding pekerja yang bekerja di sektor privat, dimana di sektor publik telah adanya upaya inklusi lewat formasi CPNS khusus disabilitas serta sudah ada beberapa instansi publik yang telah memperkerjakan disabilitas seperti Universitas Tidar dan Dinas Sosial Kota Magelang. Namun, di sektor privat belum ada formasi khusus yang mempekerjakan disabilitas dan sangat minim sekali perusahaaan swasta di Kota Magelang yang mempekerjakan penyandang disabilitas. Selain itu, dari sisi diskriminasi masih adanya pekerja disabilitas yang mendapat perbedaan perlakuan. Seperti halnya yang dialami oleh S selaku pekerja sektor publik yang pernah dilabeli dengan huruf D. Bahkan saat bekerja pernah mendapatkan lirikan yang bersifat merendahkan. Sementara, masih terdapat beberapa instansi publik yang belum memiliki fasilitas yang ramah disabilitas seperti toilet. Di sisi sektor privat, mereka kerap dianggap sebagai sampah masyarakat yang penuh dengan ketidakmampuan dan dipandang sebelah mata.
Diskriminasi yang terjadi tak jauh dari tantangan yang dihadapi penyandang disabilitas seperti tingkat pendidikan. Penyandang disabilitas sering dianggap sebelah mata sehingga banyak dari mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Di Kota Magelang sendiri, rata-rata tingkat pendidikan penyandang disabilitas hanya sampai dengan SMP. Selain itu, usia matang penyandang disabilitas berada di kisaran 30 tahun sehingga mereka lebih kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan karena sudah tidak terlalu produktif. Kemudian, terdapat tantangan pendapatan terkhusus pekerja disabilitas sektor privat. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa tingkat pendapatan sektor privat masih dibawah rata-rata sehingga rentan akan kemiskinan.