Salah satu kegiatan perekonomian yang sekarang banyak dilakukan oleh masayarakat adalah jual beli dengan sistem online yang mana kedua belah pihak tidak bertemu secara langsung dan barang yang diakadkanpun belum berada di tengah keduanya. Karena ini berhubungan dengan kemajuan teknologi sehingga para ulama dikerahkan untuk dapat memberikan fatwanya atau ijtihadnya terhadap salah satu kasus kegiatan perekonomian yang tengah marak dikalangan masyarakat.Â
Dalam transaksi salam, saksi merupakan hal yang sangat dianjurkan karena salam merupakan transaksi yang dilakukan tidak secara tunai untuk menghindari terjadinya kemungkinan yang tidak diinginkan di kemudian hari. Oleh karena itu al-Qur'an memberikan dorongan yang kuat agar setiap transaksi dilakukan administrasi dan saksi.
Tinjauan Fiqh terhadap transaksi jual beli onlineÂ
Jual beli Online ini akan dicoba dibandingan dengan transaksi yang menggunaan model As-Salam. Dalam fatwa DSN No 5/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli as-salam dibolehkan karena berlandaskan dalil Al-Quran Al-Baqarah (2): 282:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya"..
Dasar hukum lainnya adalah hadis yang berkaitan dengan tradisi penduduk Madinah yang didapati oleh Rasulullah pada awal hijrah beliau ke sana, yaitu tradisi akad Salaf (Salam) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu tahun atau dua tahun (1). Beliau bersabda: Â
Artinya: "Barangsiapa melakukan jual beli Salaf (Salam) pada kurma, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waku yang diketahui".(HR.Bukhari)Â
Ibnu Munzir berpendapat para ulama sepakat atas bolehnya transaksi salam dengan alasan bahwa hal tersebut menjadi kebutuhan umat manusia. Para pemilik tanaman, buah dan pedagang membutuhkan biaya untuk diri dan tanaman mereka sampai masa panen tiba. Dan biaya tersebut hanya akan didapat dari pihak yang membeli secara salam barang mereka. Akad salam ini merupakan istisna atau pengecualian dari larangan jual beli yang tidak ada barangnya ketika terjadi transaksi atau ba'i ma'dum (2) .Â
Pada dasarnya, transaksi salam sama dengan transaksi jual beli biasa. Hanya dalam as-salam validitas barang yang menjadi obyek transaksi lebih diperhatikan. Hal itu disebabkan karena ketika terjadi transaksi, obyek transaksi tidak dihadirkan dalam majelis akad, hanya menyebutkan kriteria-kriteria tertentu.Â
Tinjauan Ushul Fiqh terhadap transaksi jual beli OnlineÂ
Pada saat berlangsungnya transaksi jual beli, barang yang diperjualbelikan itu belum ada. Berdasarkan pada ketentuan umum transaksi seperti ini tidak boleh dilaksanakan dan dianggap tidak sah karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan dalam jual beli berupa tersedianya barang yang diperjualbelikan pada saat transaksi berlangsung atau dalam istilah lain dikenal dengan ba'i ma'dum. Para Fuqaha menyebutkan transaksi seperti ini dinamakan dengan transaksi salam (pesan).Â
Dari sudut ushul fiqh, akad salam dipandang menyalahi kaidah umum dalam jual beli karena dalam akad salam barang yang dijualbelikan tidak ada ditempat. Hal ini berlaku untuk semua macam jual beli dan perjanjian yang disebut dengan hukum kulli. Ada keringanan yang diberikan pada transaksi ini  dan itu merupakan pengecualian (istisna') dari hukum kulli dengan menggunakan hukum juz'i.  Atas dasar itu, salam dianggap menyalahi qiyas namun karena adanya nash maka qiyas ditinggalkan. Dalam bentuk ini ketentuan umum dan qiyas tidak digunakan karena nash yang menuntunnya yaitu hadits Nabi. Istilah perpalingan ini disebut dengan Istihsan dengan sandaran Nash atau Istihsan Nash(3).  Demikian menurut pandangan fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah yang menjadikan Istihsan sebagai salah satu metode istinbat hukumnya.Â
Terlepas dari perbedaan pendapat diatas transaksi as-salam boleh sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah dan berlandaskan bahwa dalam transaksi salam terdapat unsur yang sejalan dengan upaya merealisasikan kemaslahatan perekonomian. Transaksi ini juga merupakan rukhsah atau keringanan bagi umat manusia dan hal ini juga telah ditinjau dengan perkembangan zaman dan teknologi serta dapat memudahkan kegiatan perekonomian ketika membutuhkannya.Â
Hal yang harus diperhatikan dalam jual beli online ini adalah akad, barang yang akan dijual dan waktu pembayaran. Pertama adalah akad, akad merupakan bagian paling utama dalam bertransaksi karena dalam akad ini akan ada perjanjian diantara kedua belah pihak bagaimana transaksi ini akan dijalankan kemudian. Kedua adalah barang yang dijual, barang yang akan dijual memang tidak ada di tempat saat melakukan transaksi, namun dari para penjual barang haruslah menyebutkan kriteria dari barang yang akan dijual dan menjelaskan secara rinci kondisi barang tersebut. Ketiga adalah waktu pembayaran, yang dimaksud dengan waktu pembayaran disini adalah penentuan jatuh tempo pembayaran dan waktu pengiriman barang.
1. Firdaus, Muhammad, dkk, 2005, Â Fatwa-Fatwa Ekoomi Syariah Kontemporer, Jakarta: RenaisanÂ
2. Syafruddin, E-Commerce Dalam Tinjauan Fiqh, https://pt.scribd.com, Â diakses pada tanggal 3 November 2017
3. Syarifuddin, Amir, 2008, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta: KENCANA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H