Program babaliak banagari dan bakadai juga harus dilestarikan, sebagai tempat "pulang dan bacarito" bagi masyarakat Minang, kadai selain tempat beberlanja  secara tak langsung juga menjadi wadah silaturahmi. Selanjutnya babaliak ka Surau sebagai Candradimuka bagi intelektual Minang dalam berdu gagasan dan berdialektika.Â
Hilangnya generasi Minang sebagai pemikir ditandai dengan fenomena sosial di masyarakat Minang hari ini, hilangnya rasa malu, senang  menghujat dsb. indikator lain bisa dilihat, generasi minang yang pergi kakadai untuk main game bareng (Mabar), duduk berdekatan namun interaksi yang dilakukan hanya melalui media dalam game.Â
Selanjutnya Surau nan sudah sepi dan melapuk karena tak pernah dikunjungi lagi. Â hilangnya kebiasaan membuat agenda-agenda, Â dengan memanfatkan surau sebagai sarana untuk beradu gagasan (dan tentunya secara tidak langsung juga menjadi penghidup Surau).
Dalam kancah politik, juga tidak terlihat lagi representasi generasi Minang yang pintar dan mampu menjadi pembeda dalam corak pemikiranya. tidak ada elite-elite yang benar-benar merepresentasikan sebagai cadiak pandai, alim ulama dari Minang yang bisa "ditinggikan sarantiang dan didahulukan salangkah", yang tersisa hari ini adalah hanya mereka yang berdarah Minang tapi tidak berbudaya Minang yang sesungguhnnya.