Memasuki tahun pemilu 2019, politik identitas merupakan salah satu strategi politik yang digunakan oleh politisi dan timnya untuk merebut elektoral. Politik identitas muncul sebagai pemisah dan pengelompokan diri secara ekslusif. Politik identitas yang ditujukan bisa berupa identitas keagamaan, Suku, etnis, golongan usia dsb. Penggunaan politik identitas sebagai bentuk upaya untuk mendominasi dan merebut legitimasi.
Penggunaan politik identitas bak seperti pisau bermata dua. Dalam sistem demokrasi, Politik identitas merupakan hal lumrah, terlebih bila pemaknaan demokrasi yang hanya sebatas voting atau pemilihan. Pergeseran paradikma terhadap demokrasi tersebut memincu munculnya sikap ekslusifitas dan tarik menarik perebutan suara terbanyak.Â
Dengan menonjolkan identitas yang dimiliki untuk digunakan menghegemoni suatu kelompok. Bahkan politik identitas dalam demokrasi hari ini sudah sampai ketahap deskriminasi dalam mendomiasi kepentingan. Terlebih bila dalam hal mayoritas vs minoritas. Bila dicermati lebih dalam apa sebenarnya yang dimaksud sebagai politiki identitas?
Politik Identitas
Politik identitas diartikan sebagai sebuah bentuk proses menarasikan diri individu atau kelompok. Identitas sendiri sebenarnya terbentuk atas proses sejarah yang kemudian terkritaslisasi dalam struktur sosial (Randi Adwilaga.2017:273). Politik identitas dimaksudkan untuk mencari kesamaan kelompok dalam memperjuangkan kepentingan tertentu. Namun seringkali, bak seperti pisau bermata dua.Â
Penggunaan politik identitas bisa digunakan untuk menunjukan Platform kepada klien dan elektoral. Namun politik identitas juga bisa menjadi perusak bagi kesatuan dan keutuhan berbangsa dan bernegara.Â
Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan penggabungan dengan berbagai latar belakang kesukuan, kebudayaan dan agama. Akan sangat mudah memantik dan melakukan polarisasi politik identitas didalam keberagaman Suku dan budaya. Politik identitas akan menjadi berbahaya dan perusak bila dimaknai sebagai perperangan untuk saling menunjukan eksistensi dan menjatuhkan kelompok yang berbeda.
Politik identitas sebenarnya bukanlah pola baru dalam perpolitikan tanah air. Polarisasi politik identitas bahkan telah digunakan semenjak negara ini dijajah. Sebegai contoh, pengelompokan Pribumi dan non-pribumi.Â
Zaman orde baru dengan pameonya presiden harus dari orang jawa dan bergama islam. Hingga berlanjut setelah reformasi dan sampai saat sekarang ini. Dalam proses berdirinya negara ini, persoalan terkait politik identitas sebenarnya telah usai. Sebab,kebesaran hati pendiri bangsa yang mampu menerima Konsensus atas nama Bangsa dan persatuan.
Demokrasi dan Politik identitas
Sistem demokrasi sebenarnya telah memberikan jaminan dan mengakomodasi setiap kepentingan kelompok. Seperti disinggung sebelumnya, politik identitas merupakan bagian dari konsekuensi berdemokrasi.Â