Post-Truth Politik Merupakan Sebuah Pola Politik yang cukup hangat dewasa ini. Pengistilahanya baru dimasukan dalam Kamus Oxford Pada Tahun 2016 Silam. Lalu Apa itu Post Truth dalam Pola Politik? Â Post Truth sendiri dapat diartikan kedalam Bahasa Indonesia sebagai Politik Pasca Kebenaran. Menarik Bukan?Â
Bahwa ada Politik Pasca Kebenaran Tentu kita akan terbawa juga untuk membayangkan lawan kata dari Kebenaran yaitu  Politik Kebohongan atau Omong Kosong.Dalam Tulisan Ini saya akan Menggambarkan Sebuah Fenomena Politik yang cukup hangat di indonesia. Berangkat dari beberapa Fenomena Politik yang mulai eksis dengan metode kampanye baru melalui media Sosial.Â
Pada AwalTahun 2012 Penggunaan dan Pemanfaatan Media Sosial sebagai salah satu Alternatif untuk Berkampanye mulai digalakan. Hal ini seiring dengan peningkatan penggunaan media Sosial bagi Masyarakat untuk menggali informasi maupun hanya untuk sekedar Eksis berbagi cerita dalam akun media sosial yang dimiliki.
ProsesPenggunaan media sosial meningkat sebagai media Kampanye ketika akan dilaksanakanya Pemillihan Kepala Daerah di Ibu Kota Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012.Â
Pada saat Itu Perebutan Kursi Nomor 1 di DKI Jakarta diperebutkan Oleh Ir.Joko widodo  dengan Wakilnya Basuki T.Purnama Melawan Fauzi Bowo dengan Wakilnya Nachrowi Ramli. Pemanfaatan Media Sosial  Oleh Masing-masing Tim sukses guna Merebut perhatian Publik Khususnya Pemilih di Wilayah DKI.Â
Jakarta sangat efektif dan memberikan dampak dalam proses Pilkada. Terbukti melalui pemberitaan dan Kampanye di media Sosial yang Intens mengenai Ir. Joko Widodo mengantarkan beliau  menduduki Kursi Nomor satu di DKI Jakarta Mengalahkan Fauzi Bowo yang merupakan Pertahana. Seiring Berjalan Waktu Pemanfaatan Media Sosial inipun Sebagai Media Kampanye terus mengalami Peningkatan.Â
Hal Ini dikarenakan Penggunaan Media Sosial sebagai media kampanye sangat populis dan dianggap bersentuhan lansung dengan masyarakat. Masyarakat bisa langsung mengakses dan melakukan interaksi dengan Kandidat  melalui akun media Sosial pribadi yang dimiliki.
 Pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 dan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017penggunaan media sosial sebagai media kampanye Mengalami Peningkatan yang sangat Signifikan.
Namun Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Kampanye Mengalami Pergeseran kepada pola Politik Hegemoni. Melalui media Sosial Para Politisi dan Tim beramai-ramaiuntuk membuat akun pribadi guna berinteraksi dan Memberikan Pengaruh kepada  masyarakat atau konstituen Mereka.Â
Sayangnya, akses media Sosial yang seharusnya digunakan sebagai alat untuk mempermudah Komunikasi dan Mendapatkan Informasi malah dimanfaatkan untuk mempelintir Isu atau Informasi.Â
Sehingga tak jarang Informasi yang diberikan kepada masyarakat Cendrung menyesatkan demi tujuan dan kepentingan tertentu lalu menimbulkan Kecurigaan antara sesama masyarakat dan berakhir kepada Perpecahan