Mohon tunggu...
Zul Hendri Nov
Zul Hendri Nov Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar Menjadi Penulis

Belajar Menulis... Akun lama saya : https://www.kompasiana.com/zul_hendri_nov

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Alat Peraga Kampanye dan Sampah Visual

4 Maret 2019   13:40 Diperbarui: 5 Maret 2019   14:20 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi alat peraga kampanye (Ilustrasi: www.republika.co.id)

Menelusuri jalan-jalan di kota Padang, saya disuguhkan dengan pemandangan pemasangan Alat peraga Kampanye (APK). Hampir setiap sudut jalan di kota padang seperti sesak tak ada ruang dan hanya dihiasi kata-kata "mohon doa restu" serta dikolaborasikan dengan foto senyum calon anggota legislatif, baik untuk tingkat kota, provinsi hingga nasional. 

Di sudut jalan tersebut, APK yang dipasang berbentuk baliho, umbul-umbul dan spanduk, dan videotron, bila dilihat dari banyaknya mungkin tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh calon tersebut atau partai yang mengusung dirinya. 

Pertanyaan yang kemudian muncul dalam pikiran saya adalah dengan biaya sebanyak ini untuk pemasangan atribut kampanye apakah sebanding dengan nanti ketika duduk diparlemen bisa mengemblikan modal mereka? Apakah ini semua bagian dari perjudian untuk nantinya bila berhasil masuk, maka akan menjadi momen untuk balik modal dan mencari keuntungan?

Kampanye memerlukan biaya yang besar

Anggota Komisi XI DPR yang juga politisi PDI-P, Indah Kurnia menceritakan faktor popularitas menjadi sesuatu yang sangat menentukan. Semakin populer seorang caleg, biaya kampanye akan semakin bisa ditekan. 

Dikutip dari Kompas.com (1/8/2018), berdasarkan keterangan tersebut bila dicermati maraknya baliho-baliho orang yang tak dikenal meminta doa dan restu mengantarkan fikiran saya bahwa ini upaya untuk meningkatkan popularitas semata. 

Sebab bila hanya dengan meminta doa restu lalu dihiasi dengan foto senyuman atau foto sedang memegang lengan baju bak seperti orang mau turun tangan berkerja? Kita bisa melihat kualitas seseorang calegnya dari mana? Jangan-jangan nanti kita seperti membeli kucing dalam karung. Tau-taunya ketika duduk menjadi anggota parlemen malah menilap uang rakyat (ketakutan saya nantinya). 

Kasus seperti ini sudah menjadi rahasia umum bila dikemudian hari caleg harus melakukan balik modal terhadap cost politik yang besar, walaupun ada juga beberapa yang masih benar-benar memikirkan kepentingan rakyat.

Namun bila dihitung semua biaya, belum lagi bila ada serangan fajar yang menggunakan uang untuk menarik pemilih. Wah tentu akan lebih besar lagi biaya yang akan dikeluarkan untuk meminta doa restunya agar terpilih. 

Biaya untuk seorang caleg memang tidak sedikit, sebab butuh biaya untuk perekrutan tim pemenangan. Butuh biaya untuk saksi dan tentunya juga biaya materil dan non materil ketika pelaksanaan kampanye. Pemenuhan kebutuhan logistik yang tidak sedikit harus imbangi dengan pendapatan yang akan diperoleh. Seperti itu mungkin hitung-hitung dari sisi ekonomisnya.

Dalam penelitian untuk disertasi doktoral Pramono Anung --yang sekarang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet, seperti dikutip Kompas.com, terlihat bahwa biaya politik yang dikeluarkan anggota DPR periode 2009-2014 pada Pemilu 2009 berkisar Rp 300 juta hingga Rp 6 miliar. Jika sang caleg cukup populer, biayanya berkisar Rp 300 juta sampai Rp 800 juta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun