Perasaan kedua insan yang sedang jatuh cinta berat itu sungguh terguncang kuat. Tetiba segala keindahan yang tampak sudah di depan mata buyar, terhempas oleh realitas hidup yang ada-ada saja.
Baru saja mereka tertawa riang, saling berbagi suka, bergandengan tangan erat sampai menjelang matahari terbenam. Suasana kebatinan mereka terlihat jelas optimisme masa depan.
Tapi itu sesaat, disaat hati mereka bersaut-saut indah dengan nyanyian cinta yang menggebu, mereka tidak sadar ada ujian besar yang sedang dirancang oleh sang Kuasa Alam.
Ujian itu datang, bahkan sebelum tanggal berganti. Yang tentu saja, bahagia mereka harus berganti dengan derai air mata sepanjang malam.
Sebelum dini hari, malam belum begitu panjang, pria yang tadi sore berdiri dengan optimisme harus tertunduk lesu setelah melihat pesan di Hape-nya.
"Bang, sepertinya ini sulit. Bagaimana kita selanjutnya" begitu pesan dari kekasihnya yang tentu menggetarkan seluruh tubuh pria itu.
Meski berusaha untuk tetap tenang, tapi tetap saja pria yang sedari tadi sudah gelisah itu tak kuasa menahan air matanya, tumpah air matanya membanjiri sekujur pipi, bahkan menetes sampai membasahi kemeja hitamnya.
Ia membathin, kesalahan apa yang ia lakukan hingga ia harus kembali diterpa kisah dengan ujian yang selalu berat.
"Status Abang menjadi hal utama Bang" begitu pesan berikutnya yang ia terima.
Pria tersebut sekoyong-koyong terhempas ke bumi paling bawah dengan bebatuan panas telah menimpa seluruh tumbuhnya.
Ia sepakat, bahwa segala keindahan juga pencapaian harus melalui proses ujian. Namun tetap saja, ia merasa ujian yang datang tak pernah ringan, selalu menyentuh hal paling dasar dari hidup, yang jika salah melangkah dapat membunuh jiwa juga raga.
Bagi pria yang baru saja pulih, bukan pulih tapi hampir pulih, namun lukanya belum benar-benar kering, ujian kali ini menyebabkan luka baru yang sangat dalam. Tulang keringnya sampai terlihat, darah di kakinya berbekas hingga ke jalan dan tempat dia berdiri.
Di alam pikirnya, ia protes.
"Oh Tuhan Yang Maha Pengasih, tidakkah ada waktu bagiku untuk menikmati keindahan ini, Tuhan, sebentar saja. Biarkan aku menikmatinya, biarkan aku menyusun ulang pondasi agar kuat menahan ujianMu"
"Tuhanku Yang Penyayang, tidakkah cukup aku yang Kau uji. Haruskah dia gadis lembut berwajah putih kemerahan itu ikut Kau uji. Apa salahnya, apa dosanya? Aku saja Tuhan. Aku rela, terpakan ujian itu kepadaku saja"
Begitu pria itu meminta, memohon, memelas sangat berharap kepada Tuhan, Allah SWT yang ia percaya tak akan menimpakan ujian melebihi kapasitas sang mahluk.
"Tapi Abang tenang ya. Aku tetap mendukung Abang. Aku mencintaimu sebagaimana kau mencintaiku. Aku rela, dan ikhlas melewati ini, agar aku dan kamu patut bersanding, dan bahagia"
"Tapi Abang tenang ya. Aku selalu ada, tidak akan kemana-mana. Aku percaya, aku menunggumu, kita akan bersama, selalu bersama, karena ini impian kita"Â
Dua pesan berikutnya di Hape pria itu menjadi penyemangat, seketika membara hatinya, ia menolak menyerah, api optimisme yang hampir padam seperti tersiram puluhan liter minyak, dan menyebabkan kebakaran hebat.
Semangatnya kembali kokoh, hatinya kembali kuat. Tapi pria itu lagi-lagi tertunduk. Ia malu kepada Tuhan. Tak terucap oleh bibirnya, tapi hatinya berdo'a dengan jelas.
"Ya Allah, Tuhanku yang Agung. Aku malu telah mengeluh padaMu. Tapi ternyata Kau, duhai Allah penguasa jagat raya. Terima kasih telah memberiku kesempatan & waktu dengan tujuan yang sangat jelas" pintanya dengan malu.
Malam berlalu, pria itu malu kepada Tuhannya, Allah SWT. Hingga pagi, rasa malu itu berubah bentuk menjadi penyesalan yang harus dibayar.
"Bang, aku tak mau sendiri, temani aku hari ini" begitu kira-kira makna pesan pada Hape pria itu dipagi hari yang cerah. Sangat cerah, mungkin karena badai air mata tadi malam telah menghabiskan seluruh elemen awan kabut.
Menjelang siang hingga Magrib berlalu. Kedua pasang kekasih yang baru tertaut hatinya itu bersama. Mata mereka masih sembab, kebiruan, tapi jiwa mereka jelas kian kuat, jelas optimis mereka kian kokoh, mereka berkomitmen, bahwa akan selalu bersama hingga tujuan tercapai.
Disaat pikiran mereka melayang membayangkan dan mengingat tujuan jelas mereka. Ucapan pria itu mengagetkan, menyadarkan tetapi memantik senyum optimis di hati mereka.
"Ada 1 juta alasan menyerah. Tapi ada 2 juta alasan untuk bertahan dan berjuang. Allah tidak akan melepaskan Hamba-Nya yang berjuang untuk kebaikan. Allah tahu betul. Kita sedang ingin mengabdikan diri hidup dengan caranya"
Belum sempat dijawab oleh gadis idamannya. Pria itu menambahi kalimat yang seketika membuat sang gadis tersenyum dan wajahnya kembali memerah.
"Kita sudah tumbuh dengan banyak ujian dan tantangan. Ini hanya ujian yang lain, yang serupa, yang di akhir pasti ada keindahan. Abang ingin saat keindahan itu hadir, kita bersanding dan menikmatinya bersama" parau suaranya, tapi niatnya menguat.
Hati mereka mengikat di darat, tapi pikiran mereka telah kembali terbang dengan indah, meliuk-liuk tajam penuh warna warni. Pelangi pun kalah, apalagi pipi gadis putih itu telah pulih, semakin cemburu alam dan bidadari melihatnya.
"Bang, semangat. Aku sangat mencintai Abang sepenuh hati" begitu bunyian hati wanita pemilik wajah kemerahan, yang meski hanya bunyi di dalam hati. Tapi tersiar kencang ke seluruh semesta yang lagi-lagi menyebabkan bidadari juga malaikat cemburu, tersipu malu.
"Aku tak akan kalah. Aku tak mau mati rasa, aku tak mau menyerah lalu menjadi debu di bumi hanya karena putus asa. Aku akan memperjuangkan segalanya untukmu. Yang hadir membawa kehangatan hidup. Yang datang dengan cahaya cerah, yang membuka diri dan memberi kesempatan, yang dirimu bagiku adalah rumah, istana mewah bertaman bunga abadi yang warna warni. Aku akan berjuang keras sekali. Tunggu aku"Â
Seperti itu, hati pria itu berucap dalam hati dan pikiran. Namun entah bagaimana semut dan seluruh mahluk bumi mendengar, bahkan ilalang bergoyang-goyang meski angin tak datang.
Sampai-sampai bidadari dan malaikat mengumpat iri. "Bagaimana Allah memberi mereka ujian, namun mereka hanya kian kuat. Kebahagiaan akan datang pada mereka yang percaya dan tabah pada pertolongan Allah"Â
Ujian pertama mereka datang, respon mereka mengagumkan, meski hampir goyang. Ujian pertama mereka berat, tapi pundak mereka sangat kuat, pantas mereka tumbuh, selayaknya mereka bahagia.
Tapi Allah SWT masih memperhatikan. Bagaimana ini akan berlanjut. Seperti apa ujian-ujian berikutnya? Semua masih tanda tanya. Tapi mereka berdua, sepasang kekasih yang saking menguatkan itu kompak menjawab.
"Kami siap. Akan kami hadapi dan jalani" (Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H