Ia sepakat, bahwa segala keindahan juga pencapaian harus melalui proses ujian. Namun tetap saja, ia merasa ujian yang datang tak pernah ringan, selalu menyentuh hal paling dasar dari hidup, yang jika salah melangkah dapat membunuh jiwa juga raga.
Bagi pria yang baru saja pulih, bukan pulih tapi hampir pulih, namun lukanya belum benar-benar kering, ujian kali ini menyebabkan luka baru yang sangat dalam. Tulang keringnya sampai terlihat, darah di kakinya berbekas hingga ke jalan dan tempat dia berdiri.
Di alam pikirnya, ia protes.
"Oh Tuhan Yang Maha Pengasih, tidakkah ada waktu bagiku untuk menikmati keindahan ini, Tuhan, sebentar saja. Biarkan aku menikmatinya, biarkan aku menyusun ulang pondasi agar kuat menahan ujianMu"
"Tuhanku Yang Penyayang, tidakkah cukup aku yang Kau uji. Haruskah dia gadis lembut berwajah putih kemerahan itu ikut Kau uji. Apa salahnya, apa dosanya? Aku saja Tuhan. Aku rela, terpakan ujian itu kepadaku saja"
Begitu pria itu meminta, memohon, memelas sangat berharap kepada Tuhan, Allah SWT yang ia percaya tak akan menimpakan ujian melebihi kapasitas sang mahluk.
"Tapi Abang tenang ya. Aku tetap mendukung Abang. Aku mencintaimu sebagaimana kau mencintaiku. Aku rela, dan ikhlas melewati ini, agar aku dan kamu patut bersanding, dan bahagia"
"Tapi Abang tenang ya. Aku selalu ada, tidak akan kemana-mana. Aku percaya, aku menunggumu, kita akan bersama, selalu bersama, karena ini impian kita"Â
Dua pesan berikutnya di Hape pria itu menjadi penyemangat, seketika membara hatinya, ia menolak menyerah, api optimisme yang hampir padam seperti tersiram puluhan liter minyak, dan menyebabkan kebakaran hebat.
Semangatnya kembali kokoh, hatinya kembali kuat. Tapi pria itu lagi-lagi tertunduk. Ia malu kepada Tuhan. Tak terucap oleh bibirnya, tapi hatinya berdo'a dengan jelas.
"Ya Allah, Tuhanku yang Agung. Aku malu telah mengeluh padaMu. Tapi ternyata Kau, duhai Allah penguasa jagat raya. Terima kasih telah memberiku kesempatan & waktu dengan tujuan yang sangat jelas" pintanya dengan malu.