Apakah anda sudah berfoto pada hari ini ??., ya memang, berfoto saat ini sudah menjadi hal yang sangat biasa dilakukan, kapan dan dimanapun itu. Bahkan banyak orang yang berkunjung ke suatu tempat hanya untuk mencari tempat untuk berfoto, dan kemudian meng-unggahnya ke dalam soial media yang kita miliki.
Sudah berapa banyak kamera menangkap setap moment kita, bayangkan sja, jika kita bepergian ke suatu tempat, minimal lima puluh foto sudah terpampang dalam kamera, ataupun gadjet yang kita miliki. Lihat saja saat ini, banyak sekali foto yang sudah ter-unggah, terutama pada satu sosial media yang sangat banyak di gunakan oleh semua orang, yaitu facebook.
Coba lihat foto yang sudah di tandai oleh temanteman kalian, dan juga foto di album kalian, pasti jika di kalkulasikan, foto di account kalian sudah mencapai lebih dari 500 foto. Bayangkan seberapa banyak foto di dunia ini, jika satu orang saja sudah mencapai jumlah foto segitu !!.
Budaya berfoto itu di lakukan karena di sebabkan oleh banyak faktor, yang pertama, keingin “eksis-an” oleh beberapa orang di dalam sosial media mereka, apalagi banyak sekali sosial media saat ini yang di khususkan ntuk menyediakan space foto, seperti instagram, path, dll. Selain itu, berfoto banyak di lakuakn karena sikap narsisyag dimiliki oleh seseorang.
Sebenarnya, adanya narsis itu tidak timbul di masa ini, ceritanya, pada zaman dahulu, di zaman yunani kuno, ada seorang laki-laki yang bernama narsisus. Ia adalah seorang pemuda tampan dari Thespian. Dia mempunyai kecenderngan untuk mencintai dirinya sendiri, dan sering kali mengagumi bayangan dirinya di dalam danau. Dia adalah seseorang yang samasekali tidak tertarik pada orang lain, hanya menyukai dirinya sendiri.
Oleh karena itu, muncullah konsep narsisme yang timbul. Freud (1914) menggambarkan konsep narsisisme dalam teorinya mengenai metapsikologi (metapsychological). Konsep ini digunakan untuk menggambarkan tahapan perkembangan libido normal antara tahap autoerotik (autoeroticism) dan object love. Narsisisme timbul ketika libido (energi psikis) diinvestasikan untuk memenuhi kepuasan diri sendiri sehingga ada ketidakmampuan untuk menginvestasikannya kepada orang lain atau demi kepentingan orang lain. Perilaku yang muncul sebagai akibat dari narsisisme ini terlihat sebagai rasa cinta diri (self love) yang berlebihan.
Di kalaangan remaja pada dewasa ini, banyak yang mengartikan bahwa sikap narsis adalah sikap seseorang yang suka berfoto, pada setiap kesempatan. Orang yang suka berfoto selfie, biasa di sebut dengan orang yang narsis, namun hal tersebut tidak lah benar seutuhnya. Orang yang sudah pada taraf narsis biasanya sangat mengagungkan dirinya sendiri. Penderita gangguan kepribadian narsistik memiliki persaan yag tidak masuk akal bahwa dirinya adalah orang penting dan sangat terokupasi dengan dirinya sendiri sehingga mereka tidak memiliki sensivutas dan tidak memiliki perasaan iba terhadap orang lain (Gunderson, Ronningstam, dan Smith, 1995). Selain itu, seseorang yang memiliki kecenderungan narsis, mempunyai sikap percaya diri yang berlebihan, namun di balik topeng kepercayaan diri yang tinggi, terdapat sebuah harga diri yang rapuh dan sensitif tehadap setiap kritik kecil. Hal ini terjadi dengan sendirinya an jika gangguan ini begituu kuat, sehingga mengasingkan seseorang tersebut dari masyarakat, maka perlu mengambil langkah-langkah penyembuhan, seperti melakukan psikoterapi. Namun berhati-hatilah, jika terus menerus melakukan foto selfie, terdapat juga kemungkinan akan timbul gejala narsisme pada dirinya sendiri. Dan juga jangan banyak mengambil foto karna ingin eksis di sosial media, biar nggak jadi narsis yang berebihan, tentunya. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H