Mohon tunggu...
Zulfitra Agusta
Zulfitra Agusta Mohon Tunggu... -

Saya adalah pekerja di Bank BUMN. Fotografi dan menulis adalah hobi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamat Milad, Buya HAMKA

17 Februari 2013   16:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:09 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Disini ada negeri yang bernama Maninjau. Negeri Danau kawah gunung yang dikeruk oleh tangan Tuhan. Negeri yang terjadi kerena ledakan besar ribuan tahun lalu, ketika zaman es berganti menjadi zaman batu. Melihat kawah pastinya melihat suatu yang indah. Sama seperti disini. Disini tidak ada cerita lain kecuali hanya keindahan. Jika seluruh anak Indonesia hanya pandai menggambar Matahari pagi yang keluar dari balik gunung. Maka sebenarnya disinilah negeri yang mereka imajinasikan itu. Disini ada jalan yang meliuk-liuk yang menuju bukit. Ada petani yang sedang menuai padi. Juga ada nelayan yang sedang mencari ikan. Semua gambar anak-anak itu benar adanya. Semuanya hidup dengan damai. Tidak ada bunyi klakson-klakson kasar yang terdengar membosankan. Tidak ada kabut dan asap kendaran. Dan juga tidak ada orang-orang yang bertengkar gara-gara uang seribu rupiah.

Bukalah mata dengan lebar. Maka lihatlah rimbunnya hutan hijau yang luas dan lebatnya padi yang akan segera dipanen. Ke arah langit juga ada awan yang sedang bercakap-cakap sambil melayang dengan pelan dan tidak pernah saling mendahului. Di tanah juga ada anak ayam yang sedang merayu-rayu induknya untuk segera berikan cacing kemulutnya. Berjalanlah lebih jauh lagi dan masuk ke dalam hutan, juga ada banyak kera yang hidup sopan dan saling menyayangi. Mereka ramah dan suka menghibur. Jika hujan, induk kera akan memegang kuat anaknya dan lari untuk segera mencari tempat yang teduh. Jika hari mulai tinggi dan matahari mulai terik, kera itu akan menari-nari dan saling berbalas pantun sebelum mencari kehidupan ke dalam rimba hening yang tidak tertempuh oleh manusia. Sesekali merekapun sampai kejalanan dan akan bertemu manusia. Lemparkanlah pisang atau kacang kepada mereka, kera itu akan bersorak gagap gempita senang bukan main kerena yakin di dunia ini masih banyak orang-orang baik. Kera-kera itu juga sering meyakinkan aku untuk berdiri tegap membantah teori Bodoh seorang bernama Darwin. Mana mungkin manusia itu lahir dari seekor kera. Karena disini kera hidup dengan cara yang lebih sopan daripada manusia.

Tunggu. Lihatlah kebawah, ada air sejuk yang mengalir terus-terus sepanjang masa. Air yang mengalir kerumah-rumah masyarakatnya. Jika ada orang yang pergi meninggalkan rumah, lalu lupa untuk mematikan air dirumah. Tidak apa. Karena tidak ada orang yang akan marah dengan alasan pemborosan karena disini semua gratis. Benar semuanya gratis. Pergilah menyelam kedalam danau, kita akan temukan emas dan perak yang kejar mengejar di dalam air dan juga gratis. Emas dan perak itu bernama Rinuak dan Pensi. Rinuak adalah ikan kecil yang hidup malu-malu, bisa dimakan dalam hitungan ribuan ekor sekali makan dan pensi adalah kerang sebesar kelereng yang penuh dengan zat besi dan kalsium, sangat baik untuk pertumbuhan balita. Emas dan perak yang tidak akan pernah ditemukan di belahan dunia manapun.

Jika ingin jalan-jalan ke puncak juga bisa. Kita akan melewati jalan menikung dan berkelok-kelok 44 kali. Dulu ketika aku kecil, setiap kali lewati jalan itu dengan bus, aku selalu bertengkar dengan perutku sendiri. Sesampai di pemberhentian tumpah ruah lah isi perutku sendiri. Ketika itu aku pusing bukan main. Kelok 44 juga merupakan jelmaan sirkuit MotoGP bagi tukang ojek disini. Tak pelak merekapun bisa balapan melebihi pembalap dunia. Disini jalanannya licin karena banyak solar yang tertumpah dari mobil yang tak kuat mendaki. Motornya pun bukan sembarang motor. Motor bebek yang keluarkan asap yang banyak karena tak sanggup lagi dipaksa lari. Ketika melihat tukang ojek balap-balapan dijalanan yang penuh tikungan seperti itu. Maka tak sanggup ku menahan perih dalam hati. Kenapa negeri ini tidak mampu melahirkan pembalap dunia sekelas Rossi atau Pedrosa? Sungguh, disini banyak sekali bakat yang bisa mengalahkan mereka.

Karena begitu indahnya negeri ini. Pernah juga dahulu di jaman tahun 90an seorang Presiden ingin mengelabui masyarakatnya sendiri dengan membeli seluruh tepian Danau untuk dijadikan tempat hiburan seperti Hawaii. Yang akan dibangun hotel dan juga tempat peristirahatan berkelas dunia. Hampir saja itu terjadi, tapi akhirnya tidak jadi karena dimana-mana orang mulai memberitakan pemerintahan akan diturunkan. Setelah lama kemudian, tersebutkanlah kata reformasi yang menyeret orang tersebut dan kroni-kroninya ke lembah dalam.

Sering disore hari aku terdiam menyaksikan indahnya negeri ini. Lalu dengan hebatnya akupun berteori. Mungkin benar negeri ini dikeruk oleh Tangan Tuhan untuk mengatakan kepada manusia “Hei, disini ada Sorga”.

Dahulu. Telah lama sekali. Disini. Di Negeri yang indah ini anak laki-laki dididik dan dibesarkan di Surau. Ditempa dan dibesarkan ditengah-tengah masyarakat. Diajarkan mengaji, berkutbah, jadi Imam, berdiplomasi dan juga beladiri.

Dahulu. Telah lama sekali. Disini. Seseorang anak yang tidak tamat sekolah dasar telah berani meninggalkan rumah untuk mencari dirinya sendiri. Pergi belajar ketempat yang jauh. Dari Asia lalu menyeberang terusan Suez hingga akirnya sampai di Jazirah Arab. Bertahun-tahun perjalanan. Hanya untuk belajar dan menjadi diri sendiri.

Dahulu, telah lama sekali. Disini. 20 tahun itu adalah tolak ukur seseorang anak laki-laki telah disuruh pergi. Satu tuntutan untuk menjadi seorang pemberani. Melihat kehidupan yang tidak pernah terlihat. Mengunyah dan menelan pelajaran dari pahitnya kenyataan. Berjuang dengan kemampuan dan kepintaran, bertahan untuk semakin dewasa dan cerdas menggali perubahan zaman. Hidup ditengah-tengah perbedaan dan tidak ada kata aman.

Dahulu. Disini. Pas ditanggal ini. Telah lahir seseorang yang bernama Abdul Malik Karim Amarullah, kelak disebut Hamka. Seseorang yang pergi dan berjalan melintasi waktu hingga tumbuh menjadi seseorang yang dikenang.

Hingga sekarang tidak akan mungkin lagi ada yang bisa seperti Hamka.
Buya! Inilah tulisan singkat yang ku persembahkan untukmu..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun