Mohon tunggu...
Zulfikri Rosyid
Zulfikri Rosyid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Jurusan Perbankan Syariah

Tertarik pada isu-isu terkait ekonomi islam dan desain grafis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Top 3 Muslim Terbesar, Kok Masih Impor Makanan Halal?

31 Oktober 2021   19:23 Diperbarui: 31 Oktober 2021   19:28 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belum lama ini produk yang berlabel halal mengalami perkembangan yang sangat pesat di pasar dari tahun ke tahun. Produk halal pun mulai menjadi tren dalam perkembangan ekonomi di berbagai negara tidak terkecuali Indonesia, bahkan sampai ke negara minoritas Islam. Produk halal yang sedang tren saat ini yaitu, Islamic finance, halal food, halal fashion, halal cosmetic, halal tourism, dan halal lifestyle. Halal kini mulai dijadikan indikator universal untuk jaminan kualitas produk dan standar hidup (Gillani, Ijaz, & Khan, 2016).

Biasanya, halal hanya dikaitkan dengan hal-hal yang terkait dengan kebendaan saja. Namun demikian, dalam Islam halal juga mencakup perbuatan dan pekerjaan atau biasa disebut dengan Muamalah (Qardhawi, 1993).

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di Dunia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Perencanaan Sipil (Dukcapil) pada tahun 2020/2021 jumlah penduduk di Indonesia mencapai kurang lebih 272,23 juta jiwa pada bulan juni 2021. Dari jumlah tersebut, populasi umat Muslim mencapai 236,53 juta jiwa atau sekitar 86,88 persen. Dengan jumlah tersebut, Indonesia memiliki potensi pasar yang besar dan cukup baik pada industri halal dunia khususnya di bidang halal food.

Menurut laporan State of The Global Islamic Economy 2019/2020, Indonesia berada di peringkat pertama dalam hal konsumen produk makanan halal yaitu sebesar 173 miliar. Namun, sangat disayangkan bahwa Indonesia hanya menjadi konsumen terbanyak saja, bukan sebagai produsen. Wakil Presiden (Wapres) Indonesia Ma’ruf Amin menjelaskan kemampuan ekspor Indonesia saat ini baru mencapai 3,8 persen dari total pasar halal dunia. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia masih belum bisa memaksimalkan potensi pasar tersebut. Akibatnya, Indonesia tidak mampu menduduki peringkat 10 besar untuk kategori produsen makanan halal.

Lalu apakah yang menjadi penyebab semua itu? Menurut Adhi S. Lukman Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) dalam webinar yang diselenggarakan Markplus, ia mengungkapkan bahwa industri makanan halal di Indonesia menghadapi sejumlah problem. Problem tersebut ialah kurang tertatanya manajemen data, catatan tentang ekspor produk dinilai tak terlampau rapi, dan kurangnya modernisasi industri produk halal, seperti halnya mempunyai branding atau merek yang kuat (Sumber: Tempo.com).

Dari paparan Adhi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah memang kurang memperhatikan kondisi industri halal di Indonesia. 

Dan akhir-akhir ini, permintaan produk makanan halal meningkat drastis di pasar domestik maupun luar negeri. Meskipun begitu, Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim belum bisa memenuhi semua permintaan makanan halalnya sendiri. Indonesia masih tetap mengimpor makanan halal dari luar negeri. Salah satu hal mendasar yang menjadi penyebab negara Indonesia tidak bisa mengekspor makanan halal ke pasar global adalah kurangnya dukungan pemerintah Indonesia terhadap industri-industri halal mikro maupun makro dalam mengembangkan usahanya. 

Dalam menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah Indonesia mulai memfokuskan pada pemetaan mengenai kendala yang terjadi saat ini dengan mengelompokkan menjadi lima aspek yaitu aspek kebijakan implementasi, aspek sumber daya manusia, aspek infrastruktur, aspek sosialisasi, dan aspek produksi. Dalam menyelesaikan kelima aspek tersebut pemerintah melakukan upaya dengan menggunakan strategi integrasi industri halal yang mencakup dua hal. 

Hal yang pertama dilakukan pemerintah yakni dengan mengkaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan preferensi perusahaan atau produsen di industri halal untuk mendapatkan sertifikasi halal dengan benar, hal ini dapat dilihat atau didorong dengan adanya permintaan di pasar terutama di Indonesia yang mayoritas umat Islam cenderung menganggap bahwa semua produk yang dijual atau yang beredar adalah produk halal. Hal ini menyebabkan penghambatan dalam pengecekan sertifikasi halal pada suatu produk yang akan dikonsumsi belum dapat di prioritaskan. Kedua, dengan menganalisis peran setiap pelaku baik pengusaha, pemerintah maupun masyarakat dalam industri halal. Pemerintah sebagai regulator dapat memaksimalkan dalam menyelesaikan masalah  dalam memberikan sertifikasi halal dan pemerintah harus dapat mempertahankan sertifikasi halal tersebut. Kemudian, dengan adanya jaminan sertifikasi halal tersebut para konsumen seharusnya dapat memaksimalkan terkait urgensi mengkonsumsi produk berlabel halal, hal tersebut akan membuat para produsen lebih memperhatikan jaminan halal atas produknya (Tika Widiastuti, news.unair.ac.id). 

Dalam upaya meningkatkan perkembangan pasar industri halal Indonesia, tidak hanya pemerintah saja yang berperan. Para produsen dan konsumen pun memiliki peran dan caranya masing-masing untuk meningkatkan pasar industri makanan halal di Indonesia. Misalnya, sebagai produsen, bisa dilakukan dengan cara mendaftarkan produknya untuk diberikan label sertifikasi halal dari MUI. Sebagai konsumen, bisa dilakukan dengan cara selalu mengkonsumsi makanan yang halal saja, sehingga permintaan makanan halal di pasar bisa meningkat. 

Tunggu apa lagi? Mari kita upayakan industri makanan halal di Indonesia agar mampu bersaing dengan negara lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun