Pertanian merupakan sektor pekerjaan utama bagi masyarakat Indonesia. Badan Pusat Statistik menyebut 38, 23 juta tenaga kerja bekerja pada sektor ini per Agustus 2020. Angka itu sekitar 29,76% dari total keseluruhan tenaga kerja di Indonesia.Â
Namun begitu, pupuk masih menjadi persoalan utama tiap tahunnya. Adanya pupuk yang disubsidi oleh pemerintah bagi petani pangan tidak serta merta membuat petani menjadi lebih sejahtera. Berbagai persoalan pelik mulai dari hulu sampai dengan hilir membuat pupuk subsidi menjadi barang langka. Ketegangan kawasan di asia timur dan eropa timur juga menjadi persoalan baru bagi industri pupuk di tanah air.
Indonesia mengimpor 8.123.000 ton pupuk pada tahun 2021 dengan Tiongkok, Kanada, Mesir dan Rusia sebagai negara importir utama untuk Indonesia. Adanya ketegangan Kawasan antara Tiongkok dan Hongkong serta Rusia dan Eropa membuat kedua negara tersebut moratorium ekspor pupuk mereka pada tahun 2022 sehingga berimbas kenaikan secara global harga pupuk. Moratorium ini menyebabkan berkurangnya 20% stok pupuk dunia.Â
Di Indonesia sendiri kelangkaan ini mulai dirasakan pada semester II tahun 2022 dimana banyak petani sudah merasakan sulitnya mendapatkan jatah pupuk subsidi dari pemerintah sehingga mereka terpaksa membeli pupuk non subsidi.
Permasalahan rantai pasok pupuk subsidi berlanjut pada sistem pendataan lahan garapan tani di Kementan. Setiap tahun, banyak petani selalu berganti luasan lahan garapan karena berbagai faktor. Perubahan ini berpengaruh terhadap jatah pupuk subsidi yang akan mereka dapatkan. Untuk diketahui, pemerintah memberikan jatah pupuk subsidi rata-rata sebanyak 10 kg per 0,1 hektar atau 100 kg per 1 hektar.Â
Kerumitan pendataan ini sudah coba ditangani oleh pemerintah dengan menerbitkan Kartu Tani. Kartu tersebut menyimpan data luasan lahan garapan masing-masing petani, sehingga alokasi jatah pupuk subsidi dapat sesuai. Namun demikian, implementasi kartu tani menimbulkan masalah baru karena tidak sinkronnya data pada kartu tani dengan lahan garapan para petani di lapangan sehingga banyak petani merasa dirugikan dengan skema Kartu Tani tersebut.
Peliknya permasalahan pupuk subsidi ini juga terjadi pada sistem penyaluran dan distribusi. Permasalahan dasar dari distribusi pupuk di tingkat desa ialah tidak sesuainya kedatangan pupuk subsidi dengan masa pemberian pupuk pada tanaman.Â
Masalah klasik ini sering ditemui ketika musim tanam sudah tiba. Pupuk subsidi yang seharusnya sudah ada dan tersedia di kios resmi pupuk bersubsidi nyatanya nihil dan kedatangannya tidak dapat dipastikan. Kekosongan pupuk subsidi tersebut memaksa para petani membeli pupuk non subsidi yang harganya 2 x lipat dari pupuk subsidi.
Terakhir, dari sekelumit kisah peliknya pupuk subsidi di tanah air adalah adanya mafia pupuk subsidi. Persoalan mafia pupuk subsidi ini sudah lama diketahui oleh pihak penegak hukum, namun sampai detik ini pemberantasan terhadap mafia tersebut tidak kunjung tuntas. Â
Kelangkaan pupuk subsidi pada suatu daerah bisa juga karena jatah daerah tersebut dicuri oleh mafia pupuk dan diedarkan ke wilayah lain dengan HET yang jauh lebih tinggi dari ketentuan. Dalam operasinya, mafia pupuk subsidi bekerja dengan terstruktur mulai dari penetapan alokasi pupuk subsidi sampai dengan distribusi pupuk tersebut di lapangan.
 Laporan Ombudsman menyatakan, ada 369. 688 warga meninggal dunia yang masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tani pada tahun 2021. Adanya manipulasi data ini mengindikasikan bahwa kejahatan pupuk subsidi sudah sangat terstruktur.