Mohon tunggu...
Zulfikarbaihaqi
Zulfikarbaihaqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

saya sangat tertarik akan dunia bisnis dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyusun Strategi Waktu untuk Kerja Hibrida yang Efektif

24 September 2024   21:15 Diperbarui: 24 September 2024   21:19 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.lifehack.org/articles/productivity/10-ways-improve-your-time-management-skills.html

Menyusun Strategi Waktu untuk Kerja Hibrida yang Efektif


 Perubahan besar dalam dunia kerja selama beberapa tahun terakhir, terutama setelah pandemi COVID-19, telah mendorong peningkatan adopsi kerja hibrida di berbagai sektor. Menurut artikel "Making space for time: Strategies for the design of time-aware hybrid work" yang ditulis oleh Griva, Kruse, Hattinger, Högberg, Pappas, dan Conboy (2024), salah satu aspek yang sering terabaikan dalam pengaturan kerja hibrida adalah peran waktu. Kebanyakan studi tentang kerja hibrida berfokus pada aspek spasial, seperti bagaimana teknologi digital dapat digunakan untuk menghubungkan karyawan yang bekerja di tempat yang berbeda. Namun, Griva dkk. berpendapat bahwa waktu adalah elemen yang jauh lebih kompleks dan memerlukan perhatian lebih. Penelitian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan waktu sebagai faktor kunci dalam mendesain lingkungan kerja hibrida yang efektif.

Dalam studi mereka, penulis meneliti lima tim kerja hibrida dari dua organisasi besar untuk memahami bagaimana konsep temporal mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan karyawan. Temuan mereka menunjukkan bahwa tanpa perhatian yang memadai terhadap waktu, klaim mengenai peningkatan produktivitas dalam kerja hibrida mungkin terlalu dilebih-lebihkan. Sebagai contoh, penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pemahaman yang dangkal tentang waktu, seperti mengukur jam kerja atau perbedaan zona waktu, sering kali menyebabkan ketidakseimbangan dan ketegangan di antara pekerja yang bekerja dari lokasi yang berbeda. Penulis juga menyatakan bahwa pengabaian terhadap kompleksitas waktu dapat menyebabkan penurunan kepuasan kerja dan meningkatnya kejenuhan kerja, dengan munculnya fenomena seperti "zoom fatigue." Fenomena ini, yang muncul pada tahun 2020, menggarisbawahi fakta bahwa terlalu banyak pertemuan virtual tanpa jeda waktu yang cukup menyebabkan penurunan produktivitas dan konsentrasi.

Penelitian ini tidak hanya penting dalam memberikan perspektif baru tentang bagaimana waktu dipahami dalam pengaturan kerja hibrida, tetapi juga memberikan kerangka kerja untuk membantu organisasi mendesain ulang cara mereka mengelola waktu di era digital.
Dalam bagian utama penelitian Griva dkk. (2024), ditemukan bahwa pengelolaan waktu dalam lingkungan kerja hibrida jauh lebih kompleks daripada yang sering diasumsikan. Salah satu konsep utama yang mereka perkenalkan adalah "pemetaan aktivitas terhadap waktu," yang mengacu pada bagaimana tugas dijadwalkan, durasinya, frekuensinya, serta gangguan yang mungkin muncul. Misalnya, dalam kasus yang diteliti, ditemukan bahwa tim sering mengalami pertemuan tanpa henti sepanjang hari, dengan jeda waktu yang sangat sedikit di antara pertemuan. Pada satu tim, ditemukan bahwa 99% karyawan bekerja secara hibrida, dan pertemuan sering kali dilakukan tanpa jeda, menyebabkan kelelahan dan penurunan produktivitas. Hal ini menciptakan apa yang disebut "back-to-back hybrid meetings" (Griva dkk., 2024), sebuah fenomena di mana waktu antar pertemuan tidak disediakan secara memadai.

Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi digital, yang seharusnya memfasilitasi kerja hibrida, sering kali memperparah masalah temporal. Fitur seperti kalender digital yang menampilkan ketersediaan waktu sering kali disalahgunakan untuk menjadwalkan pertemuan tanpa mempertimbangkan kebutuhan karyawan untuk beristirahat di antara tugas. Sebagai contoh, 65% dari responden mengaku bahwa pertemuan diatur berdasarkan ketersediaan yang terlihat di kalender, bukan berdasarkan kebutuhan tugas atau produktivitas individu. Griva dkk. menggarisbawahi bahwa tanpa perhatian pada aspek temporal ini, teknologi digital hanya menjadi alat yang mempercepat alur kerja, tetapi tidak memperbaiki kualitas kerja.

Selain itu, penulis menemukan bahwa ada perubahan signifikan dalam perilaku terkait tenggat waktu (deadline). Di banyak kasus, tenggat waktu cenderung dipercepat tanpa alasan yang jelas, yang kemudian berdampak pada peningkatan stres di antara karyawan. Contoh yang jelas terlihat pada salah satu kasus, di mana tenggat waktu internal dipotong dari satu bulan menjadi hanya dua minggu, dengan alasan untuk meningkatkan efisiensi (Griva dkk., 2024). Namun, penulis berpendapat bahwa justru pemangkasan tenggat waktu ini membuat karyawan kehilangan waktu untuk berpikir kreatif dan menyelesaikan tugas secara mendalam.

Dengan menggunakan kerangka kerja temporal Ancona (2001), penelitian ini juga menyoroti bahwa pemahaman tentang ritme kerja dan penyesuaian waktu sangat penting dalam lingkungan kerja hibrida. Dalam studi ini, beberapa tim melaporkan bahwa perubahan durasi aktivitas dan ritme pertemuan sangat berpengaruh terhadap kualitas kolaborasi. Sebagai contoh, pada salah satu tim, durasi pertemuan yang lebih pendek berkontribusi pada peningkatan fokus dan efisiensi kerja. Namun, di sisi lain, tim yang mengalami gangguan ritme karena perbedaan waktu dan jarak fisik justru melaporkan penurunan keterlibatan dan hasil kerja.
Kesimpulan dari penelitian Griva dkk. (2024) jelas menunjukkan bahwa waktu harus dilihat sebagai elemen yang sangat penting dalam desain kerja hibrida, bukan hanya faktor sekunder yang dapat diabaikan. Mengabaikan dimensi temporal dalam pengaturan kerja hibrida dapat menyebabkan kelelahan, penurunan produktivitas, dan masalah kesejahteraan karyawan. Sebaliknya, ketika waktu dipertimbangkan secara matang, baik dalam hal durasi aktivitas, jeda antar tugas, maupun ritme kerja, lingkungan kerja hibrida dapat memberikan fleksibilitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

Rekomendasi penulis bagi perusahaan adalah untuk lebih sadar akan pengelolaan waktu saat merancang kebijakan kerja hibrida, termasuk memperhatikan jeda antar pertemuan, tenggat waktu yang realistis, dan keseimbangan antara ruang digital dan fisik. Dengan pendekatan yang lebih humanistik terhadap manajemen waktu, kerja hibrida dapat menjadi solusi optimal bagi banyak organisasi. Melalui penggunaan kerangka kerja temporal yang tepat, organisasi dapat menghindari berbagai jebakan yang disebabkan oleh ritme kerja yang tidak sinkron dan jadwal yang berlebihan, serta menciptakan ruang kerja yang lebih produktif dan seimbang.

REFERENSI

Griva, A., Kruse, L. C., Hattinger, M., Högberg, K., Pappas, I. O., & Conboy, K. (2024). Making space for time: Strategies for the design of time-aware hybrid work. Information Systems Journal. https://doi.org/10.1111/isj.12552

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun