Mohon tunggu...
Zulfikar
Zulfikar Mohon Tunggu... Buruh - 😋 bukan konten kreator 😋

Hanya seorang budak korporat biasa yang mencoba bertahan hidup dan membahagiakan keluarga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hutan Karamunting, Sekumpul, dan Abah Guru

14 Desember 2020   00:52 Diperbarui: 14 Desember 2020   02:33 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langgar Ar-Raudah tempo dulu (dokpri)

Martapura, tepatnya di Sekumpul. Pada tahun 1980an, merupakan kawasan yang didominasi oleh semak belukar. Warga setempat menjulukinya dengan sebutan Hutan Karamunting. Bukan tanpa sebab, julukan itu disematkan.

Karamunting atau Melastoma Malabathricum tumbuh subur menyelimuti kawasan Sekumpul saat itu.

Kawasan hutan karamunting atau Sekumpul tempo dulu, jauh berbeda dengan yang sekarang. Kini kawasan Sekumpul menjadi pusat pengajian H Muhammad Zaini bin H Abdul Ghani al-Banjari atau biasa kita kenal dengan panggilan Abah Guru Sekumpul.

Tidak ada seorang pun yang menyangka, kawasan yang terkenal dengan sebutan hutan karamunting itu pun akan menjadi tempat kediaman seorang Waliyullah.

Sungai Kacang

Sebelum nama Sekumpul menjadi sepopuler sekarang, kawasan ini terkenal dengan sebutan Sungai Kacang. Walaupun sebenarnya, sejak tahun 1970-an kawasan itu sebagian ada yang memberi nama Sekumpul. Namun, nama yang lebih populer saat itu ialah Sungai Kacang. Apalagi di ujung jalan A. Yani terpampang jelas nama jalan SUNGAI KACANG.

"Pada tahun 1980an, Kawasan Sungai Kacang terkenal sebagai kawasan yang rawan. Baik dari sisi mistis, maupun dari tindak kejahatan", ungkap Johansyah warga Desa Bincau.

Saat itu Johansyah bertempat tinggal di Guntung Alaban (Bersebelahan dengan kawasan Sekumpul sekarang). Pohon Karamunting yang tumbuh saat itu bisa mencapai 2 meter lebih tingginya.

"Dulu kawasan ini paling hanya ada satu atau dua buah ruma, itu pun bukan di kawasan regol (Sekumpul) ini. Kalau malam setelah isya, jarang ada yang mau lewat Sungai Kacang. Apalagi yang mau ke Bincau, karena sering terjadi tindak perampasan", kenangnya.

Selain rawan tindak kejahatan, beberapa kisah mistis pun turut mewarnai kawasan ini. Menambah kesan angker terhadap Sekumpul saat itu. Pasokan listrik yang terbatas, membuat kawasan yang tumbuh pohon karamunting di dalamnya semakin gelap gulita.

Sebelum Guru Sekumpul pindah ke Sungai Kacang, harga tanah di kawasan ini terbilang murah. Satu meter hanya berharga sekitar Rp5 ribu hingga Rp7,5 ribu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun