Mohon tunggu...
Zulfikar Syamsi
Zulfikar Syamsi Mohon Tunggu... -

Dari Orator Inovasi ke Pakar Provokasi.\r\nMereview tulisan di Redaksi Lege Artis KEMAFAR UH.\r\nDalam lingkaran Komunitas Kita Bisa ID.

Selanjutnya

Tutup

Money

Cerita di Tengah Kerajaan Pabrik Rokok; Bagian I. Pabrik Bisnis Asap untung Besar; Jangan Tanya Kenapa

27 Februari 2013   16:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:35 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Saya tidak pernah melihat satu pun karunia yang sempurna,

Bebas dari pelanggaran hak.

(Imam Ali)

Saya melihatnya sebagai bisnis gaya hidup. Rokok merupakan amsal sempurna bagaimana kapitalisme bekerja. Bermula dari tanaman cengkeh dan tembakau yang kemudian diolah menjadi rokok. Jalur produksi yang tak perlu mengandalkan pikiran gemilang dan kreativitas yang tinggi. Di sana yang dibutuhkan hanyalah modal. Jenis usaha yang berdiri ketika kolonialisme berawal dan kini mencapai kesuksesan yang menjakjubkan. Rokok telah meroketkan para pemiliknya dalam kedudukan sebagai jutawan. Lebih-lebih usaha ini hidup di sebuah negeri yang pemerintahnya tidak berdaya. Sebuah pemerintahan yang punggawanya gampang sekali disuap dan dijejali dengan fasilitas. Dan perusahaan rokok mampu melakukan keduanya.

Rokok kemudian merebut semua lahan publik. Iklannya dengan garang berdiri di bibir-bibir jalan dengan cat yang melumeri semua tempat. Sendi kapitalisme memang berada pada kemampuan membujuk dan mensugesti. Dengan retorika yang memukau rokok seakan menyuarakan kepedualian pada semua masalah sosial: dari pendidikan hingga kepemimpinan. Tapi, tak ada perusahaan rokok yang berkehendak  membangu gerakan sosial. Tak ada perusahaan rokok yang hendak mencetuskan revolusi. Rokok hanya melampiaskan keluhan untuk ikhtiar mendapat laba. Tujuannya meraih konsumen. Tumpukan laba yang membikin perusahaan rokok mampu membeli cabang-cabang usaha strategis. Begitulah bisnis asap ini kemudian menjadi raksasa ekonomi yang telah membekuk semua asset-aset strategis.

Sasaran mereka adalah para pecandu dan anak-anak yang sedang tumbuh. bagi perusahaan rokok, mulut setiap orang adalah sasaran utama bisnis. Mulut mereka harus dijejali dengan nikmatnya temabaku, nikotin, dan cengkeh. Andai mereka sudah menikmati maka tugas perusahaan dipakai untuk membuat tiap orang jadi loyal pada rokok. Fanatisme perlu dikembangkan dan untuk itu riset pemasaran dibuat dengan menyewa banyak tenaga ahli. Para penjual rokok dibekali dengan kemampuan yang memadai untuk menjual rokok pada konsumen yang tepat denga hasil yang diharapkan terus membumbung.Di tiap kios mulai dibanjiri fasilitas dari perusahaan rokok, mulai dari tempat hingga cat untuk bangunan. Begitulah bisnis ini kemudian menjalar dan menjaring semua orang.

Negara hanya berdiam diri menyaksikan kebuasan perusahaan rokok. Dalih mereka, perusahaan rokok telah memberi pajak cukai yang besar dan menampung banyak tenaga kerja. Dua-duanya tak mampu diperbuat oleh Negara. Gagasan undang-undang pengendalian dampak produksi tembakau hanya jatuh pada seminar ke seminar. Andai undang-undang ini keluar sekalipun; kita masih sangsi dengan kekuatannya. terlanjur kita hidup di tengah belantara hukum rimba di mana aparatnya dengan gampang dibeli. Apalagi berhadapn dengan perusahaan rokok yang punya uang berlimpah dan jaringan yang menebar kemana-mana. Ibarat jin maka rokok sukar untuk disentuh bahkan jual-beli antar perusahaan rokok sekalipun, negara tak mendapat keuntungan apa-apa. Kokoh dan berdiri sejak lama membuat perusahaan rokok memiliki nilai sejarah yang abadi dengan kemampuan mencetak untung yang besar dan tenaga kerja melebihi aparat Negara.

Diam-diam perusahaan rokok seperti sebuah kedaulatan. Berdiri dengan jaringan dan sistem managemen yang mirip dengan negara. Kegiatan mereka tak hanya memproduksi rokok ikut membuat liga pertandingan sepakbola, sponsor pertunjukan musik, teater, membiayai film hingga memberikan beasiswa pendidikan untuk mereka yang tak mampu. Malahan belakangan bersama media memfasilitasi pertemuan warga dengan aparatur pemerintah. Mereka melakukan apa yang seharusnya dilakukan pemerintah. Mereka melakukannya dengan mesin yang lincah. Tak ada kampus yang tak disentuh oleh rokok. Tak ada lapangan bola yang tak dipijak oleh iklan rokok. Tak ada pertunjukan musik tanpa hiasan rokok. Tak ada isntansi pemerintah yang tidak bekerja sama dengan mereka. Ibarat negara, perusahaan rokok telah menciptakan sistem kelembagaan denga jaringan produksi yang besar. Para buruh rokok yang melebihi aparatur pegawai negara memiliki disiplin dan jam kerja yang padat. Demonstrasi tentu menjadi larangan: bukan karena upah mereka layak, melainkan usaha rokok dibentengi oleh keamanan yang komplit. Ini menegaskan kembali, perusahaan rokok bukanlah negara yang hendak memuaskan kepentingan publik. Rokok tetap perusahaan yang berburu laba sebanyak-banyaknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun