HIV merupakan salah satu jenis penyakit menular ketika melakukan hubungan seks. HIV, atau yang sering disebut sebagai Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang sangat berbahaya. Virus ini dapat menjangkiti siapa pun, baik muda maupun tua. Penemuan virus HIV terjadi pada tahun 1980. Virus ini menyerang sistem imunitas tubuh manusia dan menyebabkan penurunan kekebalan tubuh.
HIV saat ini telah menjadi tantangan bersama, baik secara nasional maupun internasional. Virus ini menyebabkan sekitar 1 hingga 3 juta kematian setiap tahunnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh WHO dan pemerintah dari berbagai negara untuk mengantisipasi penyebaran HIV. Virus ini juga dapat ditularkan melalui jarum suntik serta kontak dengan darah dari pengidap positif.
Pengaruh budaya dan sosial akibat globalisasi juga turut diperhatikan, terutama dalam film atau sudut pandang sosial dan budaya dari luar negeri. Perspektif ini dapat memengaruhi budaya dan sosial masyarakat lokal.
Di Indonesia, penanggulangan dampak HIV/AIDS telah diarahkan pada kelompok sosial berisiko tinggi. Namun, upaya pemahaman sosial harus disertai penguatan ekonomi, sosial, dan agama. Langkah ini penting agar hubungan seksual tidak hanya dipandang sebagai pemuas nafsu, tetapi juga dengan mempertimbangkan risiko yang mungkin diterima.
Upaya menghadapi tantangan ini harus menunjukkan perubahan yang menyeluruh, terutama di kalangan generasi muda Indonesia. Sekitar 50% dari generasi muda mungkin telah melakukan hubungan seksual secara sah. Karena itu, diperlukan perubahan menuju arah yang lebih positif agar generasi muda tidak melakukan hubungan seksual sembarangan yang dapat membahayakan diri mereka dan orang di sekitar.
Sebaiknya, pendidikan primer dan pengawasan pada lingkungan sekunder harus diprioritaskan. Dengan cara ini, generasi milenial dapat menjaga diri dengan baik dan tidak mudah terpengaruh lingkungan sosial yang negatif.
Pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS mencakup beberapa aspek penting. Tingkat pengetahuan ini bervariasi berdasarkan pendidikan, akses informasi, dan latar belakang sosial-ekonomi. Remaja memperoleh informasi tentang HIV/AIDS dari sekolah, media sosial, internet, dan program kesehatan masyarakat. Pendidikan seksual di sekolah memegang peranan penting dalam memberikan pemahaman.
Meski demikian, beberapa remaja masih memiliki miskonsepsi tentang penularan dan pencegahan HIV/AIDS. Stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS juga tetap menjadi tantangan. Program edukasi berbasis fakta yang berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan pemahaman remaja dan mengurangi stigma. Teknologi dan media sosial dapat menjadi alat efektif untuk menyebarkan informasi akurat tentang HIV/AIDS, tetapi juga berpotensi menyebarkan informasi yang salah jika tidak diawasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H