Mendung
Dari kekerapan hujan, ini masih kemarau
Namun selepas siang gelap bergelayut
Nyaris saban hari, menjadikannya kelabu. Bersamanya disembunyikannya sepi
Di kampung halaman ini duka masih terasa
Berkelindan dengan kuasa dan asa tiap kepala. Hal yang sedikit kurang pas
Bisa menyereret hawa panas
Baiklah, namanya juga manusia
Tempat "salah dan lupa"
Ya tinggal diingatkan saja
Sadar atau alpa tak bisa dipaksa
Sebab "hidayah" bukan milik kita
Ikhtiar akhir hanya tulusnya doa
Kepada sang pembolak-balik hati
Yang lebih penting jangan simpan
prasangka. Sebab yang terlintas
di hati, belum tentu terbukti
Juga yang nyata tampak mata
Hanya boleh diadili secukupnya
Lagipula, kata Gus Baha, dunia ini
Hanya senda gurau belaka. Hiduplah
rileks saja. Canda-tawa lebih berharga
Daripada zikir kusut penuh cemberut
Makan-tidur tepis kemaksiatan
Lebih bermakna ketimbang gercep
Doa dan usaha beralas jumawa
Janganlah kita "mati-matian" bertikai-tangkai
Sebab ia bukanlah pokok-pohonnya
Ingatlah seberapa jua kuasa "Firaun" dan harta "Qarun", mereka (fitrahnya) tetaplah akan pilih seteguk air yang disyariatkan Dia sebagai penukar nyawa di padang sahara
BB, 29.06.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H