Mohon tunggu...
Zulfi Ikhsan Putraji
Zulfi Ikhsan Putraji Mohon Tunggu... -

Sociology at State University of Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku dan Mimpiku adalah Masa Depan Indonesia

19 Oktober 2013   21:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:18 2905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini dibuat saat saya masih SMA, saat itu ada seleksi untuk sebuah acara student camp di UI dengan syarat membuat esay bertemakan pendidikan. Esay ini masuk dalam 20 besar esay terbaik dari ratusan peserta dari ketua OSIS seluruh Indonesia dan meloloskan saya ke student camp tersebut. Oiya, esay ini juga dibukukan bersama 19 esay terbaik lainnya dengan judul buku 'Your Ways Your Action'. Mohon maaf jika ada kekurangan di sana-sini. Selamat membaca.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau. Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006,Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke - empat di dunia.

Mari kita ke tema utamanya. Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, yaitu berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat 4 danUndang-undangnomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah mesti mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 29% dari APBNdan APBD diluar gaji pendidik dan biaya kedinasan. Namun pada tahun 2009 alokasi yang disediakan tersebut baru sekitar 20 %, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Malaysia, Singapura bahkan Filipina yang telah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan lebih dari 28 %. Dari fakta diatas dapat di analisis bahwa biasa alokasi pendidikan di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara ‘tetangga’. Penyebabnya tak lain karena APBN dan APBD negara kita memang rendah. Hal ini tentu berakibat negatif di banyak sektor pendidikan Indonesia, mulai dari sektor yang paling kompleks yaitu infrastruktur. Tak bisa dibantah lagi infrastruktur adalah penunjang kegitan pendidikan di suatu wilayah khususnya Bogor. Wilayah luar biasanya memiliki kualitas infrasturuktur yang tidak layak lagi digunakan, seperti gedung sekolahnya. Berbeda dengan infrastruktur pendidikan di kota besar yang sudah sangat layak, seburuk – buruknya sekolah di kota besar pasti masih lebih layak dibandingkan dengan infrastruktur sekolah di wilayah luar. Selain infrstruktur, faktor lain yang menjadi ‘korban’ lemahnya APBD dan APBN adalah tenaga pengajar. Penyebaran tenaga pengajar yang ada di Indonesia di klaim tidak merata. Hal ini menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia tidak merata. Di Bogor sendiri kurang lebih ada 600 sekolah dan rata – rata berada di pedesaan. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya. Kurang lebih sama dengan infrastruktur tadi, yang bersekolah di kota – kota besar biasanya memiliki kelebihan di banding siswa siswi yang berada di daerah yang bisa dibilang terpencil. Bukan hanya penyebarannya saja yang bermasalah, ada lagi masalah yang dapat ditimbulkan. Contohnya, guru honorer. Di lingkungan sekolah saya ada beberapa guru honorer yang sudah lama tidak berubah statusnya menjadi PNS, padahal mereka memiliki kompetensi yang baik di dalam dunia pendidikan, ini sedikit saya sesalkan. Namun dibalik semua itu, ternyata ada yang sedikit membahagiakan. Guru – guru pada masa sekarang ini tunjangan dan honornya sudah lebih baik di bandingkan dengan beberapa dekade lalu. Mereka sekarang lebih sejahtera lagi, walaupun tak bisa di tepis lagi fakta bahwa guru – guru di desa terpencil masih harus berjuang demi kesejahteraannya. Kita ke permasalahan selanjutnya. Prasarana belajar yang kurang memadai. Di banyak sekolah, perpustakaan terassa asing karena sarana yang kurang untuk membangun perpustakaan, padahal sebenarnya perpustakaan di lingkungan sekolah sangatlah penting bagi kelancaran belajar dan mengajar. BOS berupa buku juga belum merata ke semua pelosok daerah. Permasalahan yang tak jauh beda dengan bangunan dan guru yang sudah di bahas sebelumnya.

Bagaimana jika semua wilayah pembangunan infrastruktur pendidikannya merata? Bagaimana jika tenaga pengajar di setiap wilayah memiliki kesejahteraan yang sama? Bagaimana jika kualitasnya pun sama? Bagaimana jika prasarana belajar memadai di setiap sekolah? Bagaimana jika buku – buku di jual murah di toko buku? Apa yang akan terjadi menurut anda? Itulah mimpi saya, nampaknya bukan mimpi saya saja. Banyak yang punya mimpi seperti itu. Tidak salah kan bermimpi selama itu gratis? Menurut saya tidak ada mimpi yang tidak mungkin di capai. Saya bersyukur sekali di sekolah saya segalanya masih lebih baik dibanding sekolah kawan – kawan yang ada di tempat terpencil. Infrastruktur sudah memadai walaupun masih ada sedikit kekurangan disana – sini. Tenaga pengajar yang 90 % PNS namun tenaga honorernya juga sangat berkualitas. Bantuan buku dari BOS juga lengkap, bahkan keringanan di berikan bagi siswa yang tidak mampu. Saya lebih bersyukur dan gembira lagi jika keadaan yang kecukupan di sekolah saya ini dirassakan juga di sekolah – sekolah lain yang terpencil di desa – desa. Saya ingin memperbaiki kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia! Seperti hakikat pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran strategis/taktis. Kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti yang sangat penting. Yaitu cerdas, hidup dan bangsa. Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hafal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong - bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya. Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya. Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani kehidupannya sudah mati saat dengan sanatainya dia menganiaya orang lain, melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup. Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung, tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika masyarakat. Intinya adalah dalam tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa berbagai elemen harus bersatu padu, membantu agar tujuan dan hakikat tersebut tercapai.

Permasalahan tersebut bukan tidak mungkin dapat diselesaikan. Segala masalah pasti ada solusinya. Sewajarnya kita sebagai pemuda yang masih bisa banyak berbuat perubahan berada baris paling depan dalam pengentasan masalah ini. Mari mulai dari langkah kecil yang kelihatannya sangat sederhana namun memiliki efek positif yang besar. Seperti ikut berorganisasi di manapun. Entah itu di lingkungan rumah, di sekolah. Zaman sekarang banyak sekali organisasi kepemudaan di Indonesia. Saya termasuk orang yang banyak bergaul di organisasi. Terutama OSIS, bukan hanya di sekolah tapi OSIS di luar sekolah. Itu adalah langkah kecil saya untuk membuat perubahan besar di dunia pendidikan. Di organisasi kita akan lebih banyak terjun berinteraksi dengan dunia pendidikan, apalagi OSIS. Kita bisa mengadakan suatu acara yang bertema pendidikan. Misalnya Expo Campus, yaitu sarana untuk siswa – siswi SMA mengenal universitas yang ada di Indonesia. Di sekolah saya pun ada kegiatan seperti ini. Acara ini sangat membantu kita semua khususnya siswa – siswi kelas XII yang akan melanjutkan ke jenjang selanjutnya, semoga kegiatan ini juga ada di sekolah – sekolah lain. MOPD juga salah satu sarana dalam memecahkan masalah dunia pendidikan Indonesia. Di dalam MOPD ini tidak hanya ditanamkan nilai – nilai akademik namun juga budaya disiplin, retorika dan berorganisasi juga diajarkan. Kita ketahui faktor – faktor diataslah yang menjadi tonggak perubahan bangsa Indonesia. Mulailah sesuatu dari hal yang kecil maka perubahan besar ada di depannya. Kedepannya saya ingin sekali berbuat lebih banyak lagi untuk Indonesia khususnya di dunia pendidikan.

Kegiatan organisasi lain di luar sekolah juga saya jalani. Seperti di Forum OSIS Nusantara, Forum Komunikasi OSIS Kabupaten Bogor, Remaja Masjid juga Karang Taruna. Tujuan saya mengikuti berbagai macam organisasi tersebut adalah untuk ambil bagian dalam perubahan Indonesia, biar bagaimana pun juga pemudalah yang harus membuat perubahan terutama di bidang pendidikan. Maka dari itu, saya tidak mau melewatkan kesempatannya. Kelak saya ingin menjadi penggagas ‘Pendidikan Ideal’ di Indonesia. Impian terbesar saya adalah itu. Dalam mewujudkannya, saya berorganisasi seperti yang sudah saya tulis di atas. Juga dengan belajar dengan giat bukan saja di akademik namun di jalur non – akademik juga. Pendidikan yang ideal di sini adalah pendidikan yang merata di semua wilayah Indonesia.

Saran lain menurut saya yang sangat penting dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah di tambahnya pendidikan karakter di usia dini. Seperti Sekolah Dasar (SD). Sejauh ini pelajaran pendidikan karakter hanya ada di SMA. Di SMP sudah ada namun belum terlalu mendalam. Sebenarnya negara kita atau konkretnya dunia pendidikan kita sangat butuh yang namanya pendidikan karakter di dalam akademik. Seharusnya pendidikan karakter ini juga masuk ke pelajaran – pelajaran. Bukan hanya di pelajaran Bimbingan Konseling saja. Beberapa buku memang sudah menerapkan pendidikan karakter dalam isinya, namun seperti yang saya katakan tadi, masih beberapa saya. Sisanya belum menerapkan pendidikan karakter tersebut. Manfaatnya? Tentu saja terbentuknya karkter manusia Indonesia yang seutuhnya. Hal tersebut juga termasuk dalam tujuan Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang sudah saya jelaskan diatas. Dengan solusi diatas diharapkan tidak ada lagi yang namanya kesenjangan pendidikan antara di kota besar dan di desa terpencil karena memiliki karakter yang kuat dalam berbangsa dan bernegara. Bukan hanya mereka yang harus mendapatkan pendidikan karakter. Sepertinya para pemimpin negeri ini juga harus mendapatkannya agar lebih ‘peka’ lagi terhadap kekurangan di dunia pendidikan Indonesia.

Di samping dampak positif tentu saja ada dampak negatifnya atau kekurangan, namun seharusnya dampak negatif dan kekurangan ini mampu di perkecil lagi. Kekurangannya adalah waktu yang di butuhkan untuk melakukan perubahan – perubahan di atas tidaklah singkat, membutuhkan proses yang panjang. Apalagi birokrasi di Indonesia sangatlah rumit dan berliku – liku. Hal ini menyebabkan biaya yang di butuhkan membesar. Karena semakin lama prosesnya semakin bertambah pula biaya operasionalnya.

Biar bagaimanapun juga kekurangan dan dampak negatif harus kita minimalisir dengan solusi yang tidak menimbulkan banyak kekurangan, dan yang terpenting adalah lakukan sekarang, jangan di tunda – tunda. Kita adalah tonggak perubahan bagi bangsa Indonesia dan dunia pendidikan Indonesia. Kita pemuda! Salam pemimpin muda.

(Zulfi Ikhsan Putraji)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun