Sekali lagi saya berkesempatan untuk membaca karya Kang Abik. Setelah sebelumnya sempat membaca karya-karyanya yang lain seperti Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih (1 dan 2), Pudarnya Pesona Cleopatra dan Dalam Mihrab Cinta (novelet). Di antara semua karya tersebut, yang saya miliki hanya KCB, yang lainnya dibaca dengan meminjam kepada kawan (Terimakasih kepada kawan-kawan yang telah meminjamkan...). Ada alasan mendasar mengapa saya enggan membeli novel. Karena bagi saya, novel adalah buku sekali baca, beda dengan buku-buku literatur yang bisa dibaca berkali-kali. Oleh karena itu, membeli buku dengan harga yang mahal untuk sekali dibaca adalah kesia-siaan. Lebih baik meminjam, atau justru patungan dengan kawan untuk membelinya. Sama seperti novel-novel karya Kang Abik sebelumnya, saya pun dapat membaca novel ini dengan sekali duduk. Cukup semalaman suntuk untuk menyelesaikannya. Bahasanya sederhana, tidak njelimet. Tebalnya bukunya yang mencukupi (bandingkan dengan novel-novel milik Dan Brown yang setebal bantal.hehe). Dan tentunya pesan-pesan agama yang dilekatkan dalam cerita membuat saya nyaman membacanya. Sinopsis Adalah seorang mahasiswa pasca sarjana Indonesia di India bernama Muhammad Ayyas, yang harus mengunjungi Rusia dalam rangka tesisnya tentang Kehidupan Umat Islam di Rusia pada masa pemerintahan Stallin. Tibalah ia di Rusia dengan disambut oleh kawan lamanya Devid. Devid inilah yang mencarikan apartemen tempat tinggal untuk Ayyas. Dengan alasan keterbatasan budget yang dimiliki Ayyas dan lokasi apartemen yang strategis. Ternyata Devid hanya bisa mendapatkan sebuah apartemen yang harus dibagi dengan orang lain. Celakanya, teman seapartemennya itu adalah dua orang wanita Rusia yang jelita. Serangkaian masalah bagi Ayyas pun bermula dari sini. Dua wanita rusia jelita tersebut adalah Yelena seorang pelacur kelas atas dan Linor seorang pemain biola, yang ternyata merupakan agen rahasia Mossad (Israel). Akan tetappi, godaan bagi Ayyas tak berhenti di situ. Dosen pembimbing yang dirujuk oleh dosennya di India tidak bisa membimbingan Ayyas karena harus melakukan tugas universitas ke Istanbul. Walhasil, Ayyas pun dibimbing oleh asisten Profesor tersebut, Dr. Anastasia. Anastasia adalah seorang gadis muda yang memegang gelar doktor sejarah dari Cambridge dan juga penganut kristen ortodoks yang taat. Secara umum, tiga wanita inilah yang nantiny akan mendominasi plot Bumi Cinta. Dan mirip Ayat-ayat Cinta ataupun Ketika Cinta Bertasbih, riak-riak jatuh hati akan mewarnai hati ketiga wanita tersebut karena kesolehan seorang Ayyas. Mengecewakan Mungkin saya berlebihan untuk cepat-cepat menilai novel ini mengecewakan. Tapi, sebagai seorang pembaca setia Kang Abik, saya merasa ini adalah penilaian obyektif saya. Mungkin saja nama besar Kang Abik membuatnya kita terlalu tinggai mengharapkan karyanya. Atau justru karena namanya telah menggema, karyanya begitu ditunggu sehingga harus kejar tayang menulis. Alhasil, karya yang lahir pun tak lebih dari sekedar produk ekonomi ketimbang karya sastra itu sendiri (yang entah dia sadari atau tidak). Selain itu, plot yang menjadi senjata Kang Abik rupanya mulai usang. Kisah seorang mahasiswa religius (golongan santri) di negeri perantauan dengan bumbu-bumbu konflik percintaan nyaris tak ada bedanya dengan novel sebelumnya. Tokoh utama amat sholeh sehingga ditaksir oleh (nyaris) setiap perempuan yang ada dalam cerita. Dan bahkan, lagi-lagi selalu ada Agen Mossad untuk mengacaukan cerita. (ada dendam apa Kang Abik dengan Mossad ya? Hmm.. mungkin saja dendam muslim terhadap Zionis Israel Laknatullah.) Saya tidak bermaksud mengkampanyekan negatif atas novel ini. Mungkin saja mirip tetralogi Laskar Pelangi yang digadang-gadang akan mencapai titik monumental setelah Edensor, eh justru anti-klimaks di Maryamah Karpov. Bagi saya, kali ini Kang Abik pun juga terjerembab di lubang yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H